Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anthon Sihombing
Komisi V DPR

Anthon Sihombing adalah anggota Komisi IV DPR RI, lahir di Tapanuli Utara, 28 Februari 1952. Alumnus Akademi Ilmu Pelayaran dan S-3 Universitas Satyagama, pernah menjadi Ketua KAPPI dan Himpunan Pelajar Swadiri Siantar (1967-1968) dan Ketua Pengurus Pelaut Indonesia di Eropa yang berkedudukan di Hamburg. Juga menjabat Ketua Bidang Kemaritiman DPP Golkar.

IORA dan Kabar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

Kompas.com - 23/03/2017, 21:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Momentum Indonesia sebagai poros maritim dunia kembali terbentang. Hal ini sejalan dengan sukses Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Indian Ocean Rim Association (IORA), 5-7 Maret 2017 lalu.

KTT yang diikuti 21 negara anggota, 7 negara partner dialog, dan 2 organisasi pengamat, itu mendeklarasikan "Jakarta Concord". Ini sebuah kesepakatan yang bertujuan meletakkan fondasi dan menentukan arah kerja sama organisasi negara-negara Samudra Hindia pada tahun-tahun mendatang.

Dalam dokumen berjudul "Promoting Regional Cooperation for a Peaceful, Stable, and Prosperous Indian Ocean", para pemimpin dari wilayah berpenduduk 2,7 miliar jiwa itu berkomitmen membangun Samudra Hindia yang damai, stabil, dan makmur melalui kerja sama di berbagai bidang dengan beberapa prioritas, yaitu promosi keamanan maritim, meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi.

Hasil IORA 2017 menekankan kerja sama, promosi pengelolaan, serta pengembangan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Juga meningkatkan pengelolaan risiko bencana, memperkuat kerja sama akademis dan iptek, mendorong pariwisata dan pertukaran budaya, ekonomi biru (blue economy), dan pemberdayaan peran wanita dalam ekonomi.

Selaku tuan rumah, Indonesia berperan aktif dalam menentukan isi deklarasi tersebut. Indonesia juga tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk kembali menyegarkan ingatan dunia dan sekaligus menegaskan tekad Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Tiga tahun lalu, persisnya akhir tahun 2014, Indonesia pertama kali mengungkap tekad sebagai poros maritim dunia.

Pada KTT ke-9 Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, yang diikuti oleh seluruh Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota ASEAN, Perdana Menteri Australia serta Sekretaris Jenderal ASEAN, Presiden Joko Widodo mendeklarasikan tekad yang intinya menegaskan laut sebagai masa depan bangsa Indonesia.

Poros maritim dunia itu sendiri merupakan sebuah gagasan strategis yang menegaskan kelautan sebagai fokus utama bangsa.

Untuk mewujudkannya, yakni dengan jalan menetapkan agenda pembangunan yang fokus pada lima pilar utama. Kelima pilar itu meliputi pembangunan kembali budaya maritim Indonesia, menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut, member prioritas padap embangunan infrastruktur dan konektivitas maritim, seperti tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.

Pada sisi lain, negara harus pula menjamin adanya konektivitas antarpulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut, dan perhatian pada keamanan maritim.

Indonesia sejatinya memiliki semua persyaratan yang dibutuhkan sebagai poros maritim. Letak geografis Indonesia sangat strategis, yakni di antara dua samudra dan dua benua. Luas laut Nusantara sebesar 93.000 km, garis pantai sebesar 54,716 km dan punya sekitar 17,000 pulau, serta mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut.

Karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak terletak di laut.

Jika dikalkulasi dan dikelola secara maksimal, kekayaan laut Indonesia mampu menyumbang pendapatan 1,2 triliun dollar AS.

Kita juga memiliki beberapa sumber yang terkandung di laut Indonesia, di antaranya cadangan migas mencapai 9,1 miliar barel masih terpendam, wisata bahari, dan komoditas perikanan.

Masalahnya, setelah 2,5 tahun program poros laut pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla digulirkan, bagaimanakah hasilnya?

Faktanya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Antara lain, dalam hal penerapan diplomasi maritim (seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan dan pencemaran laut) dan membangun kekuatan maritime sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.

Yang juga amat penting dan menjadi modal dasar utama adalah pengenalan diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudra.

Kritik poros maritim

Indonesia sebagai poros maritim dunia harus diakui masih jauh dari kenyataan. Masyarakat masih belum memiliki kesadaran penuh, apalagi penghayatan, bahwa jati dirinya adalah sebagai bangsa bahari.

Maklum, mereka sudah terlalu lama jauh dari kehidupan laut sehingga tidak bisa serta-merta mengalihkan pola hidupnya ke laut.

Lagi pula, pemerintah juga masih terkendala dalam menyediakan sarana dan prasarana guna mewujudkan poros laut. Dari sisi pengamanan laut misalnya, untuk menyebut syarat negara maritim, keberadaan masih jauh dari memadai.

Berdasarkan jurnal pertahanan tanggal 29 Oktober 2014 lalu, TNI AL kita dengan jumlah personel sebanyak 65.000 personel, hanya dilengkapi 2 kapal selam, 6 kapal perang kelas freegate dan 24 kelas corvette, serta 20 kapal reaksi cepat.

Mereka harus mengawasi laut Indonesia yang luasnya 3.544.743,9 kilometer persegi (UNCLOS 1982) atau dua per tiga dari seluruh wilayah.

Bandingkan dengan Singapura yang hanya memiliki wilayah laut 10 km persegi, namun didukung kekuatan pengamanan berupa 5 kapal selam, 6 kapal kelas freegate dan corvette, serta 11 kapal reaksi cepat.

Pemerintah bukannya tidak berusaha mewujudkan platform negara maritim tersebut. Namun, hasilnya memang masih jauh dari harapan. Sejumlah masalah masih menghadang. Selain kebutuhan dana yang besar, yang utama adalah masalah kesiapan mental bangsa Indonesia untuk menempatkan diri sebagai bangsa bahari.

Dari sisi pembangunan fisik, pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjabarkan poros maritim itu lewat Program Tol Laut. Untuk mewujudkannya, pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah merinci detail program dan kebutuhan investasi untuk lima tahun kedepan yang nilainya tidak kurang dari Rp 700 triliun.

Besaran angka tersebut, demikian disampaikan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S Priatna (liputan6.com), antara lain digunakan untuk pembangunan dan pengembangan 24 pelabuhan strategis termasuk pengerukan, pengembangan terminal kontainer serta lahannya. Nilai investasi program ini sebesar Rp 243,69 triliun.

Adapun 24 pelabuhan itu adalah Pelabuhan Banda Aceh, Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang, Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, Lombok, Kupang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Maloy, Makassar.

Proyek kedua berupa short sea shipping seperti pengadaan kapal, pelabuhan sumur, Bojanegara, Kenal, Pacitan dan Cirebon dengan kebutuhan anggaran Rp 7,50 triliun.

Proyek ketiga berupa fasilitas kargo umum dan bulk sebagai rencana induk pelabuhan nasional. Anggaran yang diperlukan sebesar Rp 40,61 triliun.

Yang keempat adalah pengembangan pelabuhan non-komersial sebanyak 1.481 pelabuhan dengan total nilai investasi Rp 198,10 triliun. Proyek kelima, pengembangan pelabuhan komersial lainnya sebanyak 83 pelabuhan senilai Rp 41,50 triliun.

Proyek keenam berupa transportasi multimoda untuk mencapai pelabuhan dengan membangun akses jalan, kereta pelabuhan, kereta pesisir senilai Rp 50 triliun.

Proyek ketujuh, revitalisasi industri galangan kapal. Ada 12 galangan kapal secara menyeluruh dengan investasi sebesar Rp 10,80 triliun. Proyek kedelapan, pengadaan kapal untuk lima tahun ke depan seperti kapal kontainer, barang perintis, bulk carrier, tug & barge, tanker, dan kapal rakyat dengan anggaran Rp 101,74 triliun.

Ada pula pengadaan kapal patroli dari kelas IA sampai dengan kelas V senilai Rp 6,04 triliun sebagai proyek kesembilan.

Total investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 699,99 triliun. Angka ini masih kecil dari hitung-hitungan Presiden yang awalnya sebesar Rp 780 triliun.

Mempercepat langkah

Langkah untuk mewujudkan Indonesia poros maritim, nyatanya tidak mudah. Niat tersebut pada praktiknya belum diikuti dengan komitmen seluruh komponen bangsa.

Sejumlah kalangan masih melihat gagasan poros maritim sebagai utopia. Bahkan di kalangan pengambil kebijakan, mereka terkesan masih "ragu" menggelontorkan dana yang memadai untuk sektor maritim.

Ambillah contoh dalam hal penyediaan anggaran di Kementerian Perhubungan. Di kementerian yang menjadi penanggung jawab utama dalam penyediaan infrastruktur laut ini, pagu anggarannya masih terbatas. Padahal jargon "Tol Laut" sebagai wujud nyata Indonesia menjadi poros maritim dunia ada di bawah tanggung jawabnya.

Untuk tahun 2017 ini, misalnya, Kemenhub mendapat anggaran sebesar Rp 45,98 triliun. Tentu angka tersebut jauh dari mencukupi untuk merampungkan program tol laut (lihat tabel: 24 pelabuhan program tol laut). Apalagi, dari angka tersebut juga harus dipecah untuk sektor udara dan darat (termasuk didalamnya kereta api).

KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO 24 Pelabuhan yang Masuk Proyek Tol Laut

Bisa dibayangkan, bagaimana repotnya Kemenhub mengalokasikan anggaran tersebut demi percepatan dan juga pemerataan konektivitas untuk mewujudkan poros maritim. Apalagi, Kemenhub juga harus memikirkan pula program pendukung, seperti membangun sistem telekomunikasi pelayaran, membangun kapal negara kenavigasian dan fasilitas pendukung kenavigasian, pengadaan kapal perintis penumpang dan barang, serta kapal patroli.

Namun, betapapun sulit dan kecil, langkah mencapai agenda besar poros maritim dunia sudah dimulai. Sembari menata fisik infrastruktur laut, jati diri Indonesia sebagai negeri bahari telah digelorakan hingga mancanegara. Setidaknya, lewat KTT IORA 2017 lalu, Indonesia telah memperlihatkan peran aktif di kawasan Samudra Hindia.

Kini, tidak ada kata lagi mundur. Segenap komponen bangsa mesti bersatu padu, meneguhkan tekad, bahwa laut adalah masa depan bangsa Indonesia.

Penulis selaku Ketua Bidang Maritim di Golkar sepenuhnya yakin bahwa kekuatan dan potensi ekonomi bangsa Indonesia sangatlah besar di sektor maritim. Karenanya, kita tidak boleh ragu lagi.

Sebagaimana pula disampaikan Presiden Joko Widodo yang begitu menyadari masa depan bangsa Indonesia sejatinya ada di laut. Lagipula, fakta yang tidak bisa dipungkiri, di mana 40 persen perdagangan dunia sejatinya melalui perairan Indonesia.

(Baca juga Gagas Poros Maritim Dunia, Jokowi Sadari Masa Depan Ada di Laut)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com