KOMPAS.com - Pemerintah tidak main-main untuk menerapkan pertukaran informasi secara otomatis dengan negara lain terkait pajak atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Bahkan sejak pekan lalu, draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) AEoI sudah ada di tangan Presiden Joko Widodo.
Kini, aturan untuk memuluskan rencana pemerintah itu tinggal menunggu waktu saja. Meski begitu, sederet pertanyaan harus di jawab pemerintah. Salah satunya yakni bagaimana nasib prinsip kerahasiaan perbankan?
(Baca: Kejar Harta WNI yang Belum Terungkap di Luar Negeri, Tak Cukup dengan AEoI)
Tembok Besar
Sejak memutuskan berkomitmen untuk menerapkan AEoI dengan sekitar 102 negara lainnya, Indonesia dihadapkan kepada tembok besar bernama kerahasiaan bank.
Ya, bagi negara yang ingin menerapkan AEoI, syarat pertama yang harus dipenuhi yakni adanya sistem perbankan yang terbuka.
Sementara itu Pasal 40 ayat 1 UU Perbankan Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan, setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank. Prinsip kerahasiaan di dalam sistem perbankan bukanlah prinsip kemarin sore.
Berdasarkan prasasti hukum kuno Babilonia atau Kodeks Hammurabi (Code of Hammurabi), prinsip kerahasiaan bank sudah ada sejak 4.000 tahun yang lalu. Tujuan adanya prinsip tersebut tak lain adalah untuk melindungi data nasabah.
Saat ini, prinsip kerahasiaan bank masih bertahan hingga, tentu dengan berbagai penyesuaian zaman. Pemerintah sendiri secara terang-terangan menginginkan pasal kerahasiaan bank itu dihapus.
Bahkan meski Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta pasal kerahasiaan bank harus dihapus pada Mei 2017. Padahal, pemerintah baru akan menerapkan AEoI pada 2018 nanti bersama beberapa negara lain. Keterbukaan informasi perbankan adalah syarat utama AEoI.
Tanpa itu pertukaran informasi perbankan untuk kepentingan perpajakan antara negara tidak akan berjalan.
Jalan Pintas
Namun menghapus pasal yang tertera di dalam UU bukanlah perkara sederhana. Prosesnya akan rumit dan panjang bila pemerintah harus membuat revisi UU. Jalan pintas diambil. Pemerintah memutuskan untuk membuat Perppu dengan begitu prosesnya bisa berjalan lebih cepat.
Dalam beberapa kesempatan, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution enggan menjabarkan secara rinci Perppu tersebut. Ia hanya mengatakan, bila Perppu AEoI disahkan, Direktorat Jenderal Pajak bisa dengan leluasa memeriksa rekening wajib pajak di bank.
Tidak perlu lagi membutuhan izin otoritas perbankan yakni Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya bila Perppu itu disahkan, maka bukan tak mungkin Ditjen Pajak dengan mudah mengintip data-data nasabah. Hal ini sempat menimbulkan keresahan masyarakat.