Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jonminofri Nasir

Dosen dan wartawan, tinggal di Jakarta.

Menyelamatkan Bisnis Taksi

Kompas.com - 22/04/2017, 09:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Teknologi informasi mengubah hampir semua proses kerja di muka bumi. Proses kerja menjadi lebih cepat jika ada teknologi informasi di dalamnya.  Biaya yang terjadi di dalam proses menjadi lebih murah, dan akurasi jauh lebih tinggi. Karena itu, manajemen modern tidak bisa menolak kehadiran teknologi informasi.

Hal seperti ini juga yang  terjadi pada industri angkutan untuk umum. Kehadiran aplikasi taksi di gawai, membawa perubahan mendasar dalam bisnis ini. Juga menimbulkan kegaduhan di beberapa negara, termasuk di Indonesia.

Italia sudah mengumumkan, taksi Uber dilarang beroperasi di negara itu. Tuduhannya, tarif terlalu murah sehingga bisa merugikan taksi konvensional.

Kegaduhan itu terjadi karena industrsi taksi  konvensioal terlambat mengantisipasi penyusupan aplikasi taksi ke dalam industri mereka. Pemerintah pun telat menyiapkan perangkat hukum untuk mengaturnya.

Kini jumlah taksi on line sudah banyak dengan tiga aplikasi terkenal: Uber, Grab, dan Gojek.  Penyesuaian aturan dengan realita selalu mendatangkan polemik pada pemain di taksi konvensional dengan pihak yang mendukung taksi on line.

Keterlambatan menyesuaikan hukum yang berlaku dengan realitas menyebabkan hukum yang mengatur bisnis ini, dalam hal ini UU No 22 Tahun 2009, terasa tertinggal dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Kendati telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 32 Tahun 2016, tetap saja tidak memadai.

Peraturan Menteri ini seolah-olah menolak taksi on line sebagai konsep ride sharing, dan menyamakan mereka dengan angkutan lain di Indonesia hanya saja dipanggil secara on line.

Memang, kita sudah tahu, bahwa pasal dalam undang –undang dibuat berdasarkan masa lalu dan kemampuan kita menebak masa depan.  Ketika “masa depan”  datang terlalu cepat –karena dipaksa oleh teknologi informasi—hukum menjadi cepat usang.

Hal itulah yang terjadi di Indonesia:  susah memaksakan UU itu pada  praktik bisnis taksi saat ini. Sebalikya, jika perusahaan taksi meter mengikuti aturan UU itu, terasa menyedot biaya besar, terutama untuk  SDM, pengadaan pool, dan bengkel.  Mereka menjadi berat untuk bersaing dengan taksi on line yang efisien.

Situasi sekarang

Pemerintah seperti menghadapi buah simalakama menghadapi industri taksi saat ini.  Membiarkan taksi on line berkembang seperti sekarang, berarti akan mematikan taksi meter karena kalah bersaing soal harga.

Jika memasaksakan hukum berlaku, taksi on line kehilangan karakternya sebagai transportasi berbasis ride sharing. Ini sama saja membunuh bisnis taksi on line, padahal sudah banyak tenaga kerja di bisnis ini.

Taksi meter konvensional sadar betul dengan situasi ini. Mereka telah protes dengan segala cara, termasuk membiarkan supir taksi meter berunjuk rasa besar-besaran tempo hari agar pemerintah menyetop langkah taksi on line beroperasi.

Bahkan beberapa bentrokan telah terjadi antara pengemudi berbagai angkutan umum jenis lama dengan pengemudi berbasis aplikasi.

Pada akhinrya, perusahaan taksi meter harus menerima kenyataan bahwa mereka harus berubah agar bisa bertahan. Perubahan yang dilakukan cukup signifikan: sekarang Blue Bird bisa dipesan menggunakan aplikasi gojek, sedangkan taksi Express nempel di aplikasi uber.
Tapi, langkah ini belum memberikan hasil memadai bagi mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com