Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawit, dari Sekadar Tanaman Pagar Menjelma Jadi Industri Primadona

Kompas.com - 26/04/2017, 19:03 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Pada 1968, tanaman sawit hanya dijadikan hiasan atau tanaman pagar pinggir jalan di kawasan Deli Sumatera Utara. Namun, seiring berjalannya waktu, tanaman sawit telah menjadi komoditas primadona andalan Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kepala Sawit, tercatat saat ini ada sekitar 11,49 juta hektar lahan kelapa sawit yang tersebar di beberapa wilayah di tanah air.

Angka tersebut menunjukan, selain industri-industri besar, masyarakat pun mulai menggarap potensi sawit untuk dijadikan pendapatan utama.

"Dulu sawit cuma tanaman hiasan, tapi sekarang sudah menjadi industri, masyarakat juga mulai memanfaatkan sawit," kata Ketua Dewan Pengawas BPDP Sawit, Rusman Heriawan
di Pangkal Pinang, Rabu (26/4/2017).

Menurut Rusman, berdasarkan porsi kepemilikannya, perusahaan swasta mengelola sekitar 52 persen lahan sawit, masyarakat umum sekitar 41 persen dan negara mengelola 7 persen lahan sawit.

Jika dilihat sebarannya, Pulau Sumatera adalah pulau terbesar yang memiliki luas garapan lahan sawit sebanyak 7,19 juta hektar, disusul Pulau Kalimantan sebanyak 3,75 juta hektar, lalu Sulawesi sebanyak 382.333 hektar, Jawa 36.374 hektar, serta Maluku dan Papua 120.847 hektar.

Namun demikian, seiring dengan berkembangnya sawit di Indonesia, semakin banyak juga yang menyoroti perkembangan sawit, mulai dari moratorium pembukaan lahan baru, isu kerusakan lingkungan hingga kampanye negatif terhadap industri sawit.

Tak merusak

Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bedjo Santoso mengatakan, perkebunan sawit selama ini dinilai tidak ramah lingkungan. Stigma negatif tersebut berasal dari informasi yang salah dan tidak memiliki dasar penelitian yang ilmiah.

Menurutnya, tanaman kelapa sawit paling ramah lingkungan dibandingkan jenis tanaman hutan lainnya. Dia memaparkan, dari sisi penyerapan air, sawit justru lebih efisien.

Dalam setahun, sawit hanya menyerap air sebanyak 1.104 milimeter, lebih sedikit jika dibandingkan tanaman sengon (1.355 milimeter), jati (1.300 milimeter), mahoni (1.500 milimeter), maupun pinus (1.975 milimeter).

Sementara itu dari sisi penyerapan karbondioksida (CO2), sawit justru lebih banyak menyerap CO2 jika dibandingkan dengan empat tanaman hutan tersebut. Menurutnya, tiap hamparan sawit seluas 1 hektar mampu menyerap CO2 sebanyak 36 ton.

Menurut Bedjo informasi yang menyesatkan tersebut berasal dari pesanan negara Barat yang tujuannya melindungi komoditasnya, yakni tanaman rapeseed, sun flower (bunga matahari), maupun soybean (kedelai).

"Semua stigma negatif itu berasal dari informasi yang tidak berdasar. Karena dari berbagai penelitian, semuanya itu tidak terbukti," tutur Bedjo Santoso.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com