Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Diskusikan PP Gambut dengan Kementerian LHK

Kompas.com - 19/05/2017, 10:54 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dirjen Industri Argo Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan instansinya mengaku telah berdiskusi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengenai pengelolaan lahan gambut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Hal ini sekaligus untuk menjawab langkah konkret yang dilakukan Kemenperin terkait penerapan PP gambut tersebut.

"Konkretnya dari Kemenperin sudah mengusulkan ke Kementerian LHK di dalam koordinasi dengan Menko Perekonomian untuk mengetahui solusi yang tepat terkait implementasi kebijakan ini," kata Panggah, dalam Fokus Working Group (FWG) yang diselenggarakan di Hotel Four Season, Jakarta Selatan, Kamis (18/5/2017).

Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha dilarang membuka lahan baru atau land clearing pada lahan gambut fungsi lindung.

Aturan ini juga berdampak pada luas lahan di fungsi budidaya menjadi fungsi lindung di lahan gambut seluas 780.000 hektar dan 1.020.000 hektar lahan sawit pada industri.

Selain itu, aturan ini juga dipastikan berdampak terhadap pendapatan negara, masyarakat, dan investasi usaha.

"Harus dilihat dari semua faktor, apakah kepentingan lingkungan atau ekonomi. Jadi kata kuncinya memang selalu bagaimana mengimplementasikan aturan itu, karena kalau aturan ini tidak bisa diimplementasikan dengan baik, tentu akan berdampak kepada sektor-sektor yang bersangkutan," kata Panggah.

Dia menyarankan adanya revisi PP Nomor 57 Tahun 2016. Terutama terkait dengan beleid yang menyatakan kewajiban menteri untuk menetapkan fungsi lindung seluas 30 persen dari lahan ekosistem gambut.

Serta aturan ekosistem gambut dengan fungsi budidaya dinyatakan rusak apabila tinggi muka air tanah di lahan gambut lebih dari 0,4 persen.

"Saya kira ada teknologi yang bisa kita terapkan, tidak harus kaku seperti ini. Di sini juga masih perlu kebijakan yang bisa diusulkan dengan tanpa mengabaikan tujuan, terjadinya suatu kebakaran atau kerusakan lingkungan," kata Panggah.

Jika aturan ini tidak direvisi, Panggah khawatir terjadinya penyimpangan di lapangan. Dia menjelaskan, aturan gambut ini sudah dibawa ke dalam rapat terbatas bersama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

"Kalau (aturan) tidak direvisi perlu jelas implementasinya gimana. Yang jelas ini harus dibahas di rakor yang sudah beberapa kali dijadwalkan, tapi tertunda-tunda," kata Panggah.

Sebelumnya Panggah menyebut aturan mengenai gambut itu akan mempengaruhi industri sawit dan pulp atau bubur kertas. Industri pulp and paper pada tahun 2016 berkontribusi pada pendapatan negara berupa pajak sebesar Rp 42,5 triliun.

Kemudian menyumbang ekspor dan devisa sebesar 5 miliar dolar Amerika, serta menyerap tenaga kerja hingga sekitar 1,49 juta jiwa. Sedangkan dari industri kelapa sawit, memberi kontribusi pendapatan negara berupa pajak sebesar Rp 79,5 triliun.

Kemudian menyumbang devisa sebesar 19,6 miliar dollar Amerika dan menyerap tenaga kerja hingga 5,3 juta jiwa.

(Baca: Pengusaha Anggap Aturan Menteri LHK Soal Gambut Memberatkan)

Kompas TV Sekitar 15 hektar hutan produksi di Kabupaten Pelalawan, Riau, terbakar. Diduga kawasan lahan gambut itu sengaja dibakar, tetapi petugas belum mengetahui pelaku pembakaran ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com