Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunggu Pembahasan, Ditjen Pajak Belum Bisa Intip Rekening Nasabah

Kompas.com - 22/05/2017, 06:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memastikan belum bisa mengecek informasi keuangan nasabah terkait perpajakan.

Untuk melakukan pemeriksaan, Ditjen Pajak masih harus menunggu selesainya pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan dengan DPR.

Sebagaimana dikutip dari Kontan, Senin (22/5/2017), Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan selain pembahasan Perppu, pihaknya juga masih menunggu aturan turunan yang berupa terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

"Belum, belum ada PMK, kami menunggu PMK. PMK kan masih dibahas," kata Ken di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Ditjen Pajak mengklaim tidak memiliki target yang menjadi prioritas utama untuk disisir. Artinya, baik wajib pajak yang telah ikut tax amnesty atau tidak ikut, datanya bisa dilihat untuk kemudian ditentukan harus dilakukan pemeriksaan atau tidak.

"Tidak ada yang diincar. Yang menunjukkan perbedaan yang sudah ikut amnesti pajak dan yang tidak (untuk diawasi) adalah datanya komplit atau tidak. Itu saja, karena memeriksa harus ada data, tidak ujug-ujug. Pemeriksaan tetap self assessment,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa secepatnya akan mengeluarkan PMK terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2017 ini. Ia menargetkan PMK tersebut dapat terbit sebelum 30 Juni 2017.

Dalam PMK tersebut, akan diatur secara teknis tata cara ataupun mekanisme pelaksanaan akses informasi keuangan nasabah untuk kepentingan perpajakan.

“Prosedurnya, itu termasuk yang akan diatur. Ada juga bagaimana format laporannya, batasan saldo yang mengikuti standar internasional. Adapun sanksi bila lembaga keuangan tidak mengikuti aturan ini,” katanya.

Direktur Utama Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, Perppu ini menjadi pintu pembuka, sehingga pekerjaan rumah berikutnya adalah integrasi NPWP ke NIK (Nomor Induk Kependudukan).

Ia menjelaskan, data pengampunan pajak mengkonfirmasi bahwa jenis harta yang terbanyak dideklarasikan adalah aset keuangan sebesar Rp 2.900 triliun atau 56% dari total deklarasi harta, dan sekitar Rp 2.100 triliun berada di dalam negeri.

Hal ini, menurut Yustinus, menunjukkan bahwa Ditjen Pajak bahkan kesulitan untuk menjangkau data wajib pajak di dalam negeri.

“Fakta ini tentu saja menjawab problem mendasar stagnasi rasio pajak yaitu terbatasnya akses terhadap data keuangan/perbankan. Dalam konteks efektivitas pemungutan pajak, kuncinya adalah mengawinkan siapa (identitas) melakukan apa (aktivitas),” terangnya.

Dengan akses yang luas ini, kemudian diikuti implementasi Compliance Risk Management (CRM) yang akan mengolah seluruh informasi/data wajib pajak, akan dapat diperoleh profil wajib pajak secara akurat dan mengklasifikasikan wajib pajak berdasarkan risikonya.

“CRM yang presisi dan kredibel akan sangat membantu, karena outputnya penting. WP yang relatif patuh tidak akan jadi sasaran pemeriksaan, sebaliknya sasaran ke WP tidak patuh. Melalui CRM, hasilnya sudah menggambarkan profile WP yang akurat,” kata Yustinus. (Ghina Ghaliya Quddus)


Artikel ini telah terbit di laman www.kontan.co.id dengan judul : Pemeriksaan Pajak Tetap lewat Self Assessment

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com