Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap pada "Ae" untuk Masa Depan

Kompas.com - 30/05/2017, 18:17 WIB

KOMPAS.com - Peluh menitik di dahi Rofinus Rebo pada Selasa (23/5/2017) siang yang terik di tepi Sungai Loworea, Desa Mautenda di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sungai yang bermuara di kawasan Ropa di wilayah utara Ende itu berair jernih. Saat musim kemarau seperti ini, tinggi permukaan airnya cuma sekitar 25 cm. Makanya, lebar sungai yang sekitar 10-15 meter tersebut bisa dilalui mobil maupun sepeda motor.

Loworea terdiri dari dua kata dalam Bahasa Ende Lio. Akan tetapi, arti gabungan kedua kata itu setidaknya punya dua perbedaan.

Lowo artinya sungai. "Rea artinya pohon pandan," kata Om Nisan, begitu kami menyapa pria bernama komplet Anisetus Beatus Rangga, satu dari enam pengemudi pengantar jemput para relawan program Meet a Need 2017 Jebsen & Jessen South East Asia (JJSEA) yang bekerja sama dengan Area Development Program Wahana Visi Indonesia (ADP WVI) Ende, termasuk saya.

Sementara itu, rea juga mempunyai arti batu-batu kecil. Jadi, Loworea bisa diartikan sebagai sungai dengan batu-batu kecil di dalamnya.

Nah, Loworea bisa pula diartikan sebagai sungai yang ditumbuhi pohon-pohon pandan. Pohon jenis ini dimanfaatkan daunnya yang berduri untuk bahan dasar tikar anyaman. Di Sungai Loworea yang menurut warta Kompas.com sempat terjadi banjir bandang pada 2011 itu (Baca: Ketika Wewaria Diterjang Banjir Terparah), setidaknya, saya menjumpai batu-batu kecil dan pohon pandan. Menakjubkan!

"Tiap hari saya ambil air di sini," tutur Rofinus, pria berkumis itu melanjutkan pembicaraan.

Rofinus membawa sekitar 20 jeriken ukuran lima liter di dalam gerobak roda duanya. Gerobak itu ditarik mesin traktor miliknya.

Bagi Rofinus dan keluarganya, ae atau air dalam Bahasa Ende Lio adalah pengharapan. Pasalnya, hanya dengan air segala kebutuhan untuk mandi, cuci, dan kakus, terpenuhi.

Masalah yang belum terselesaikan adalah rusaknya jalan penghubung mulai dari tepi Loworea menuju pusat Desa Mautenda. Sepanjang sekitar 15 menit pada jalan selebar kira-kira enam meter menyusuri saluran irigasi yang bersumber dari air Loworea, kami mesti melewati banyak lubang dalam. Saat kemarau, jalan itu menebarkan debu ke mana-mana saat mobil melewatinya. "Kalau hujan, jalan ini tidak bisa dilewati. Kita harus memutar lebih jauh,"  kata Om Nisan di belakang kemudi mobil yang pada spedometernya menunjukkan angka 10 saat melintas jalan itu.

Air

Anak-anak Sekolah Dasar Katolik (SDK) Anaranda di Desa Mautenda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur mengikuti program cuci tangan pakai sabun pada pada program Meet a Need 2017 Jebsen & Jessen South East Asia yang bekerja sama dengan Area Development Program Wahana Visi Indonesia (ADP WVI) Ende pada Selasa (23/5/2017).  Kompas.com/Josephus Primus Anak-anak Sekolah Dasar Katolik (SDK) Anaranda di Desa Mautenda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur mengikuti program cuci tangan pakai sabun pada pada program Meet a Need 2017 Jebsen & Jessen South East Asia yang bekerja sama dengan Area Development Program Wahana Visi Indonesia (ADP WVI) Ende pada Selasa (23/5/2017).

Di salah satu ruangan di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Anaranda Filomena Febrianti baru saja merampungkan menyanyikan sebuah lagu di hadapan kira-kira seratus orang teman sekolahnya. Bocah kelas lima SD itu punya suara merdu. "Ini lagu judulnya Nira Ghele Nua," kata Filomena.

Nira Ghele Nua dalam Bahasa Ende Lio berarti memandang kampung dari atas. Lantaran lingkup pemandangan lebih luas, siapa yang memandang kampung dari atas bisa menyaksikan sumber-sumber air yang mengalir menuju kampung. Di kiri kanan sumber-sumber air itu, tumbuhlah pepohonan yang subur. Lagi-lagi, air menjadi sumber dan harapan bagi kehidupan dan masa depan kampung di Ende Lio.

Air di Mautenda, kata Kepala Desa Raimundus Rangga menjawab pertanyaan Kompas.com, sejatinya terbilang berlimpah. Mata air itu terletak di bagian wilayah desa yang tinggi. Air itu terlihat bening, mengalir sedang menuju permukiman penduduk desa. "Tapi, air di desa kami memang punya kandungan kapur yang tinggi," ujar Raimundus.

Ihwal kandungan kapur itu diakui Theresia, seorang perempuan penduduk desa. Menurutnya, air dari sumber air tidak bisa langsung dikonsumsi seketika saat sudah dimasak. Air matang itu harus diendapkan seharian untuk bisa diminum. "Tidak bisa, tidak bisa langsung diminum," ujarnya.

Mengenai sumber air itu, Raimundus Rangga bercerita. Di Dusun Anaranda, tempat proyek infrastruktur air digarap dalam Meet a Need 2017, sumber air ada dua. Air itu dialirkan menggunakan pipa-pipa PVC langsung untuk tiga dari tujuh dusun Anaranda. Setahun silam, dilakukan program perbaikan pipa. "Sampai sekarang, program ini masih berlangsung," kata Raimundus sembari menambahkan bahwa total luas Desa Mautenda 27 kilometer persegi dengan 1146 kepala keluarga (KK).

Program pipa-pipa itu sejatinya masuk dalam program pembenahan infrastruktur air yang terangkum bersama program pembuatan sumur bagi komunitas warga Anaranda. Program pembuatan sumur itu sudah memasuki tahun keempat. Targetnya mencapai 54 buah sumur serta water tap atau tempat mengambil air warga setempat setelah disalurkan dari sumber air.

Kemudian, Parulian Halomoan Butar-butar, Manager ADP WVI Ende, dalam suatu kesempatan di Anaranda mengatakan bahwa konsentrasi pihaknya pada anak-anak lantaran di dusun itu, salah satunya, sanitasi dasar bagi anak-anak terbilang jauh dari memadai. Belum cukupnya ketersediaan WC dan kamar mandi menimbulkan penyakit antara lain diare dan malaria. Kondisi itu masih pula didasari oleh kurangnya kesadaran untuk hidup bersih.

Lantaran kenyataan itulah, ADP Ende menerapkan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Dengan lima pilarnya, STBM melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk membangun WC, kamar mandi, sumur, berikut pengelolaannya.

Catatan dari JJSEA menunjukan kegiatan bertajuk Meet a Need sudah berlangsung sejak 2007. Kegiatan kali ini melibatkan 20 relawan dari negara-negara tempat aktivitas JJSEA di Asia Tenggara. Tercatat, kali ini, para relawan itu berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com