BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan GO-JEK

Teknologi, Transportasi Daring, dan Manfaat Sosial Baru

Kompas.com - 16/06/2017, 18:17 WIB
Erwin Hutapea

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Tak pernah terbayang dalam benak Bambang Raminto, profesi pengemudi transportasi daring (ojek online) yang dicobanya tiga tahun lalu bisa menjadi sumber pemasukan utama. Bahkan, dari situlah keadaan finansialnya pelan-pelan meningkat. 
 
"Waktu itu ikut (pengemudi transportasi daring) karena diajak teman. Proses penerimaan dilakukan dalam dua hari dengan menyiapkan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan surat izin mengemudi (SIM)," ujar Bambang saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/6/2017).
 
Saat itu, keberadaan transportasi daring belumlah sepopuler sekarang. Keputusannya bergabung juga disebabkan keadaan ekonomi keluarga yang morat-marit. 
 
Bambang pernah bekerja sebagai karyawan swasta. Profesinya dulu adalah group leader di perusahaan elektronik dengan anak buah berjumlah 80 orang. 
 
Delapan tahun menjalani profesi itu, Bambang pindah haluan. Kali ini, bank swasta asing menjadi sasaran pencarian nafkahnya. 
 
Ia pun mengambil kesempatan dengan berprofesi sebagai head collection kredit tanpa agunan. 
 
Sayangnya, nasib berkata lain. Bambang yang berstatus sebagai pegawai outsourcing harus terkena pemutusan hubungan kerja saat krisis moneter melanda Indonesia sekitar tahun 1998. 
 
Hal itulah yang membuat kehidupannya tak lagi semapan dulu. Ia tak lagi punya penghasilan tetap. 
 
Tak mau berlama-lama meratapi nasib, Bambang mencoba peruntungan sebagai ojek pangkalan di kawasan Depok, Jawa Barat.
 
Bertahun-tahun menjalani profesi itu, keadaan finansial tak berubah dari status ”cukup”. Namun, Bambang tetap bertahan mengingat ia memiliki istri dan dua anak yang mesti ditanggung biaya hidupnya. Terlebih lagi, mereka tinggal jauh darinya, yaitu di Sulawesi.
 
Hingga kesempatan menjadi pengemudi transportasi daring datang, yakni dari Go-Jek. Bambang hanya bertaruh nasib. Apalagi, saat itu ia tak terlalu paham dan fokus dengan teknologi. 
 
“Go-Jek itu bikin pintar beberapa langkah. Orang yang tadinya cuma bisa pakai handphone jadul biasa dipakai buat telepon dan SMS, lalu lompat (jadi bisa mengoperasikan dan) melewati handphone semacam BlackBerry dan Qwerty. Mereka jadi langsung bisa menggunakan handphone Android. Hebat, kan?” tutur Bambang sambil tertawa.
 
Setelahnya, ternyata teknologi mengubah banyak hal. Masyarakat kemudian lebih suka menggunakan transportasi daring dibandingkan konvensional. Pintu rezeki pun seakan terbuka bagi Bambang. 
 
"Saya pernah memiliki penghasilan antara Rp 500.000 - Rp 600.000 per hari dengan bekerja dari sekitar jam 2 siang sampai 10 malam,” kata Bambang.
 
Dengan jumlah pemasukan yang konsisten seperti itu, Bambang sampai bisa mengantongi Rp 14 juta per bulan. 
 
Dari pendapatan itu, ia bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bahkan status finansialnya pelan-pelan berubah jadi lebih dari cukup.
 
“Alhamdulillah saya bisa menyekolahkan anak-anak sampai sekarang. Anak pertama saya laki-laki, sekarang naik ke kelas II SMA. Kalau anak kedua itu perempuan, sekarang dia naik ke kelas IV SD,” ucap Bambang menyatakan rasa syukurnya.
 
Kisahnya berlanjut pada pengalaman bahwa ia pernah mempunyai empat sepeda motor yang semuanya itu bisa dibeli dari hasil sebagai pengemudi transportasi daring. 
 
"Ada juga teman yang bisa membeli mobil menggunakan uang yang didapat sebagai pengemudi waktu penuh Go-Jek," ceritanya.
 
Perjalanan waktu kemudian mengajaknya kembali bertaruh hidup. Belakangan, pengemudi transpor tasi daring pun semakin bertambah seiring dengan munculnya banyak perusahaan sejenis seperti tempat ia bergabung.
 
"Saat ini pendapatan bersih rata-rata Rp 180.000 - Rp 200.000 per hari," ujarnya. 
 
Meski demikian, ia tetap bersyukur karena telah merasakan banyak manfaat dari Go-Jek. 
 
Tidak cuma penghasilan sehari-hari, ia juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai 200 pengemudi terbaik pada 2016. 
 
Pernah pula, ia didapuk sebagai 10 pengemudi pertama yang menggunakan layanan terbaru Go-Jek, juga pada tahun yang sama.
 
Manfaat transportasi daring
 
Kisah Bambang rupanya tak hanya dirasakan segelintir orang. Perbaikan keadaan finansial juga banyak dialami oleh pengemudi transportasi da ring lainnya. Tak hanya itu, bahkan masyarakat pun merasakan manfaatnya.
 
Pusat Kajian Komunikasi, Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (Puskakom UI) telah meneliti manfaat layanan aplikasi transportasi berbasis daring bagi para pengemudi dan konsumennya, khususnya studi kasus untuk Go-Jek Indonesia. Pengumpulan data riset dilakukan pada 6 –11 April 2017.
 
Untuk meneliti manfaat transportasi daring terhadap pengemudi, Puskakom UI di antaranya melibatkan 3.213 pengemudi kendaraan roda dua yang aktif selama tiga bulan terakhir sebagai responden. Dalam hal ini, pengemudi memiliki status sebagai mitra Go-Jek.
 
Hasil riset menunjukkan bahwa 76 persen dari pengemudi yang disurvei merasa puas dan sangat puas dengan penghasilan mereka sekarang. Sementara untuk statusnya sebagai mitra Go-Jek, 88 persen pengemudi merasa hal yang sama.
 
Selain itu, 85 persen dari pengemudi merasakan manfaat dari fasilitas yang diberikan oleh institusi finansial. Sedangkan 53 persen di antaranya mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan akses terhadap asuransi.
 
Adapun untuk pendapatan, 77 persen pengemudi transportasi daring penuh waktu mendapatkan penghasilan di atas rata-rata UMP nasional, yakni sebesar Rp 1.997.819, sesuai data dari Badan Pusat Statistik pada 2016.
 
Erwin Hutapea Suasana diskusi tentang transportasi bertema Masa Depan Transportasi Daring yang digelar harian Kompas di Hotel Dharmawangsa, Kamis (15/6/2017).
 
Pemaparan hasil penelitian itu kemudian dibahas dalam diskusi bertema “Masa Depan Transportasi Daring” yang diadakan oleh harian Kompas di Ballroom Nusantara, Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2017).
 
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu antara lain Kepala FISIP Universitas Indonesia Inaya Rakhmani dan Co-founder Go-Jek Indonesia Monica Oudang.
 
Driver Go-Jek jadi produktif dan pendapatannya meningkat. Mereka yang tadinya unbankable jadi bankab le, punya akses ke layanan finansial. Kesadaran menabung dan asuransi juga meningkat,” ujar Monica Oudang dalam diskusi tersebut, Kamis sore.
 
Monica juga menambahkan, banyak mimpi yang bisa mereka capai. "Para pengemudi bisa mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan Rp 40.000 per hari, cicilan motor, dan lain-lain," katanya.
 
Sementara itu, Kepala Puskakom FISIP Universitas Indonesia Inaya Rakhmani mengatakan bahwa Go-Jek merupakan platform digital yang bisa dan sudah menjadi kebiasaan diakses oleh masyarakat.
 
“Kami bermitra dengan Go-Jek karena merupakan platform teknologi yang menghubungkan penjual, UMKM, dan pelanggan. Kami juga melihat Go-Jek memiliki potensi besar dalam memberdayakan dan menghubungkan sejumlah pihak, termasuk kementerian, dan juga soal ekonomi digital,” kata Inaya.
 
Adapun pembicara lain yaitu Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana dan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Ardiansyah Parman. Sedangkan sebagai moderator yaitu Dewi Indriastuti, wartawan harian Kompas.
 


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com