BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan GO-JEK

Kolaborasi, Kunci Masa Depan Layanan “On-demand”

Kompas.com - 22/06/2017, 11:26 WIB
Erwin Hutapea

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kehadiran layanan on-demand berbasis aplikasi, seperti fasilitas transportasi daring (online), pesan antar makanan, dan belanja instan, memberi warna baru bagi konsumen di Indonesia, khususnya di kota-kota besar.
 
Hal yang terjadi akibat pesatnya kemajuan teknologi itu membuat masyarakat dengan mobilisasi tinggi semakin mudah menjangkau suatu tempat dan semakin produktif.
 
Contohnya, kalau dulu masyarakat mesti mencari moda transportasi di pinggir jalan, kini mereka mempunyai pilihan untuk duduk manis di rumah sambil menunggu pesanan kendaraan datang. Hal ini terkesan privat, nyaman, dan terjangkau.
 
Berkat alasan itu, pengguna layanan on-demand seperti transportasi daring pun terus meningkat seiring meningkatnya penetrasi ponsel pintar di Indonesia.
 
Mengacu dari data Asosiasi Importir Telepon Seluler Indonesia, impor ponsel pada tahun 2016 sebesar 90 juta unit. Diprediksi jumlah itu akan meningkat menjadi 100 juta unit pada 2017. Demikian harian Kompas mewartakan pada Senin (13/2/2017).
 
Ditambah dengan kemudahan akses internet saat ini, wajar kalau aplikasi on-demand menjadi unduhan pada ponsel banyak orang. 
 
Dari inovasi hingga kolaborasi
 
Perkembangan teknologi menjadi suatu hal yang tak dapat dihindari sehingga ekonomi digital menjadi kenyataan baru. Kehadiran sharing economy dalam ekonomi digital adalah salah satu bentuknya.
 
Pelaku usaha menjadi lebih efisien dengan memanfaatkan aset pribadi yang menganggur menjadi barang yang bernilai ekonomi guna membantu pendapatan mereka.
 
Seperti dilansir Kompas.com (Selasa, 9/5/2017), Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia bisa setara dengan Rp 1.756 triliun pada 2020.
 
Hingga akhir 2014, nilai bisnis industri e-commerce dalam negeri baru mencapai 12 miliar dollar AS atau sekitar Rp 159 triliun. Pemerintah pun menargetkan Indonesia menjadi pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.
 
Kehadiran ekonomi digital dan sharing economy ini harus dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatan kesejahteraan. Terbukanya batas fisik dan kesempatan yang sama dalam berusaha akan banyak menimbulkan pengusaha-pengusaha mikro.
 
Hal ini bukanlah ancaman bagi para pelaku usaha konvensional, melainkan menjadi sebuah kesempatan bagi mereka untuk memperluas pasar dan pelanggan. Bahkan bisa dimanfaatkan, salah satunya dengan melakukan kolaborasi.
 
Manfaat kolaborasi antara perusahaan daring dan konvensional juga disadari oleh Go-Jek, salah satu perusahaan penyedia layanan transportasi daring di Indonesia.
Yoga Hastyadi Widiartanto/ KOMPAS.com Menu transportasi mobil Go-Car di tampilan aplikasi Go-Jek versi terbaru
 
Dalam menyediakan layanannya, Go-Jek bekerja sama dengan berbagai pelaku usaha konvensional, seperti usaha kecil dan menengah (UKM) makanan dan yang terbaru dengan perusahaan taksi Blue Bird.
 
Chief Human Resources Officer Go-Jek, Monica Oudang, saat dihubungi Kompas.com, (Selasa, 20/6/2017), mengatakan bahwa kolaborasi antara Go-Jek dan Blue Bird menggambarkan komitmen jangka panjang Go-Jek dan Blue Bird untuk selalu berinovasi dalam memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dan membantu meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi. 
 
“Kolaborasi dengan Blue Bird dilakukan dalam dua bentuk sinergi. Pertama, taksi Blue Bird yang memperkuat armada layanan Go-Car, di mana pengguna aplikasi kami bisa mendapatkan taksi Blue Bird saat memesan Go-Car. Sinergi kedua yaitu kehadiran layanan Go-Blue Bird, di mana pelanggan bisa memesan langsung taksi Blue Bird melalui aplikasi Go-Jek,” kata Monica.
 
Menurut Monica, kerja sama tersebut memberikan keuntungan kepada konsumen untuk mendapatkan layanan transportasi roda empat yang nyaman. terlebih lagi layanan tersebut sudah bisa dinikmati oleh pelanggan yang berada di kota besar seperti Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan.
 
Untuk di beberapa kota lain, Monica menambahkan, Go-Jek juga bekerja sama dengan perusahaan taksi setempat.
 
“Kami percaya pemanfaatan teknologi adalah cara yang paling cepat untuk membantu kesejahteraan Indonesia. Oleh karena itu, kami terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai pelaku usaha konvensional untuk membantu mereka meningkatkan pendapatannya,” ujar Monica.
 
Sementara itu, bagi Blue Bird akan lebih mudah untuk mendapatkan penumpang mengingat saat ini persaingan di antara sesama perusahaan taksi resmi pun semakin ketat.
 
“Kerja sama ini akan memperbanyak saluran masyarakat untuk mengakses layanan transportasi, istilahnya akses multichannel, baik pemesanan dari aplikasi Go-Car maupun Blue Bird,” ucap Teguh Wijayanto, Head of Public Relation Blue Bird, saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/6/2017).
 
Sejalan dengan hal tersebut, pengamat ekonomi sekaligus anggota Ombudsman Republik Indonesia, Alvin Lie, menyatakan bahwa ekonomi digital merupakan keniscayaan dan fakta kehidupan.
 
“Suatu hal baru yang kalau tidak diikuti, kita akan ketinggalan dari negara lain. Misalnya usaha mikro, orang bisa berjualan dari rumah menggunakan ponsel, tapi jangkauan pembelinya bisa sampai ke seluruh dunia,” ujar Alvin Lie ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (21/6/2017).
 
Contoh lainnya, menurut dia, masyarakat sekarang juga bisa mengirimkan uang dan memesan tiket pesawat atau angkutan lain lewat layanan aplikasi daring di ponsel masing-masing.
 
“Dampaknya tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial. Kita juga bisa berdiskusi dengan teman dan keluarga di negara lain. Jadi terbentuk perilaku yang baru,” kata Alvin, Rabu sore.
 
Saat ditanya seputar kolaborasi antara perusahaan daring dan taksi konvensional, Alvin berkomentar positif.
 
“Substansinya sama, yaitu angkutan yang bermanfaat untuk masyarakat. Misalnya kalau pesan mobil Go-Car lalu yang datang taksi Blue Bird, tapi tetap dengan tarif Go-Car. Calon penumpang juga tahu tarifnya dan posisi mobil yang dipesan ada di mana,” tutur Alvin.
 
Selain itu, kata dia, baik pengemudi transportasi daring maupun taksi konvensional sebagai mitra usaha juga merasakan peningkatan penghasilan. Mereka merasakan jangkauan yang lebih luas dan kenaikan jumlah pesanan sehingga akan terus memperbaiki pelayanan kepada penumpang.
 
Hal itu membuat keberadaan layanan on-demand, termasuk transportasi daring, layak diperhatikan oleh semua pihak.
 
Demikian halnya dengan kolaborasi antara transportasi daring dan taksi konvensional yang tidak hanya bertujuan menguntungkan perusahaan, tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat karena kemudahannya untuk diakses.
 
Adapun kontrol pemerintah dibutuhkan sebagai penyelenggara negara. Kebijakan yang dikeluarkan, termasuk soal legalitas dan standar pelayanan minimal, mesti diatur dalam hal tersebut.
 
Dengan demikian, kebutuhan masyarakat dalam memanfaatkan layanan on-demand bisa terpenuhi, begitu pula untuk mendapatkan transportasi umum yang aman, nyaman, dan terjangkau.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com