Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Aksi "No One Left Behind" Koperasi

Kompas.com - 13/07/2017, 16:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Sebenarnya banyak credit union (CU) di Indonesia yang memiliki capaian serupa. Bila kita pakai CU sebagai benchmark, kita perlu tahu apa yang membuat CU kuat di tengah kompetisi sektor keuangan yang digerojok pemain baru dari dalam dan luar negeri.

Sudah kaprah diketahui moto gerakan CU di Indonesia, "Dimulai dengan pendidikan, berkembang melalui pendidikan dan dikontrol oleh pendidikan."

Pendidikan merupakan faktor kunci yang membuat CU besar dan kuat. Hal itu mengindikasikan CU bekerja sebagai model dan dengan modus berbasis orang. Karena yang dikelola orang, maka pendidikan menjadi syarat wajib agar efektif.

Contoh lain juga diterapkan CU Tyas Manunggal, Bantul. Menyadari pentingnya pendidikan bagi anggota, mereka mengalokasikan dana pendidikan sebesar 300 juta pada 2016 lalu untuk 2.500 anggotanya. Pendidikan yang berjalan efektif hasilkan kesadaran anggota yang bagus, indikatornya: perasaan handarbeni (memiliki) pada koperasinya.

CU Tyas Manunggal hanya memiliki 15 orang karyawan dengan satu kantor layanan. Namun, capaian itu didukung oleh 45 kader anggota, 3 laki-laki, dan sisanya perempuan.

Meski Tyas Manunggal memberikan insentif tertentu kepada mereka, kepeloporan kader itu muncul dari kesadaran handarbeni tadi.

Hasilnya, kader-kader anggota menjadi pelopor aktif di lingkungan sekitarnya untuk berkoperasi lewat CU. Selain itu juga berperan dalam merawat kelompok anggota melalui kunjungan sapa, collecting simpanan-angsuran, dan peran-peran kepeloporan lainnya.

Dengan anggota yang terdidik dan handarbeni, anggota bisa ikut mengawasi jalannya tata kelola koperasinya. Mereka dididik bagaimana cara membaca neraca, cara menghitung besaran jasa dan angsuran, serta agar aktif menyampaikan kritik dan saran dalam rapat anggota.

Ujungnya, seperti CU Tyas, seluruh indikator PEARLS terlampaui. Dengan rendah hati pengurusnya bilang, "Saat kami sibuk memikirkan orang, ternyata dengan sendirinya berbagai indikator keuangan ikut naik."

Spiritualitas koperasi

Pendidikan merupakan sarana mencapai kondisi atau tahap pemahaman tertentu. Adapun isinya adalah pengetahuan teknis serta nilai spiritual tertentu.

Di luar tradisi CU, tak sedikit koperasi lain berkembang secara stagnan. Yang membedakan keduanya adalah nilai spiritualitasnya. CU mengajarkan bagaimana berkoperasi merupakan bentuk pelayanan kemanusiaan bagi kelompok marginal. Spirit itu membuat orang-orangnya memiliki determinasi serta militansi tinggi.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com