Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Transfer ke Daerah yang Tak Bisa Tekan Kemiskinan Sebaiknya Dipangkas

Kompas.com - 19/07/2017, 19:50 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini menyarankan agar transfer ke daerah dipotong jika daerah tersebut tak bisa menekan angka kemiskinan di wilayahnya.

"Kalau daerah itu kemiskinannnya makin banyak ya anggarannya harus dipotong," kata Didik di Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Ia pun tidak sepakat, daerah yang angka kemiskinannnya masih tinggi tetap mendapat alokasi dana transfer yang besar dari pemerintah pusat.

"Enggak bisa dinaikkan begitu saja, DPR harus komitmen dengan ini juga bahwa bekerja itu dengan ukuran, tidak serampangan kayak sekarang," kata Didik. 

Sebab, selama ini dana transfer yang dikucurkan pemerintah pusat ke daerah-daerah alokasinya cukup besar dan dari tahun ke tahun terus naik. 

"Ini anggaran APBN sudah banyak dikucurkan. Kucuran anggaran ke desa makin banyak, tapi kemiskinan tidak berkurang banyak. Itu satu masalah bahwa mesin kebijakan pemerintah tidak berjalan," tutup dia. 

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kemiskinan dan ketimpangan teranyar. Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,7 juta orang pada Maret 2017, bertambah sekitar 6.900 orang dibandingkan jumlah September 2016.

Namun secara persentase, jumlah angka kemiskinan itu menurun dari 10,70 persen menjadi 10,64 persen. Hal ini disebabkan kenaikan total jumlah penduduk Indonesia.

Dari periode September 2016 - Maret 2017, jumlah penduduk miskin di perkotaan naik sebanyak 188.190 orang dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017.

Sementara itu penduduk miskin di perdesaan justru turun 181.290 orang dari 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017. 

Peranan komoditas makanan terhadap peningkatan angka kemiskinan mencapai 73,3 persen. Jenis komoditi makanan itu yakni beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi, dan bawang merah. 

Sementara itu, komoditas bukan makanan yang menyumbang kemiskinan yaitu biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, kesehatan, dan perlengkapan mandi.

Tingkat ketimpangan pengeluaran yang diukur oleh rasio gini sebesar 0,39. Angka ini menurut Suharyanto stagnan dibandingkan data September 2016 lalu. 

Pada Maret 2017, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 terbawah sebesar 17,12 persen. Bila mengacu kepada ukuran Bank Dunia, maka pengeluaran penduduk Indonesia itu masih berada pada kategori tingkat ketimpangan yang rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com