Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merugikan, Aturan Relaksasi Ekspor Konsentrat Diminta Dicabut

Kompas.com - 20/07/2017, 12:47 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian Resources Studies (IRESS) meminta pemerintah untuk mencabut relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah.

Menurut IRESS, relaksasi aturan ekspor tersebut melanggar aturan, merugikan pelaku industri yang taat aturan dan berpotensi merugikan negara.

Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Dia mengatakan bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 2017 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5/2017 serta Nomor 6/2017 yang mengizinkan kembali ekspor konsentrat, mineral mentah kadar rendah untuk bauksit dan nikel tersebut melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.

Dampak atas relaksasi ekspor tersebut saat ini banyak dirasakan oleh kalangan industri yang telah menaati kebijakan hilirisasi mineral dengan membangun smelter.

"Karenanya harus dicabut. Kami prihatin dan kecewa dengan sikap pemerintah ini. Katanya paham UU Minerba, ternyata malah terbitkan PP 1, Permen 5 dan 6. Janjinya hanya janji. Jangan harap ada realiasi janji lagi," kata Marwan di Jakarta, Kamis (20/72017).

PP dan Permen relaksasi itu juga dianggap banyak merugikan negara, tak terkecuali masyarakat luas.

Paling mendasar adalah kerugian dari hilangnya kesempatan memperoleh nilai tambah dari kegiatan smelting dalam negeri dan hilangnya kesempatan lapangan kerja bagi jutaan rakyat yang saat ini banyak menganggur.

"Kita ingatkan pemerintah, tolong kalau tetap melanjutkan relaksasi nilai tambah yang kita harapkan takkan terjadi," kata dia.

Lebih lanjut, kerugian paling besar juga terjadi dari sisi ekonomi. Menurut Marwan, akan banyak berkurang PDB, PNBP, pajak, juga potensi investasi dari luar negeri seiring berkurangnya lapangan kerja juga.

"Pemerintah sadar dengan kondisi ini sangat jelek dampaknya dari nilai tambah ekonomi," kata Marwan.

Tak hanya itu, kebijakan relaksasi juga memberikan sinyal yang buruk bagi investasi pembangunan smelter.

Tak heran, kata Marwan, jika minat investasi smelter akhir-akhir ini menjadi berkurang. '

Dari 12 smelter bauksit dan nikel yang direncanakan dibangun pada 20l5, ternyata yang terealisasi hanya 5 smelter, atau dari empat yang direncanakan pada 2016, hanya dua smelter yang terealisasi.

Marwan menyatakan bahwa relaksasi telah mengkhianati komitmen yang dibuat dengan para kontraktor yang telah melakukan investasi pembangunan smelter dalam 2-3 tahun terakhir.

"Kebijakan relaksasi juga menjadikan peta dan volume ekspor-impor konsentrat berubah, harga komoditas turun dan kelayakan investasi smelter pun ikut terganggu," tutup Marwan.

Sebelumnya, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan izin ekspor sementara konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PT FI). Izin ekspor diberikan setelah Freeport Indonesia memiliki izin IUPK sementara.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut diberikan rekomendasi izin ekspor konsentrat setelah ditetapkannya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) selama delapan bulan yang berlaku pada 10 Februari 2017 hingga 10 Oktober 2017.

"Dengan dikeluarkannya IUPK sementara untuk delapan bulan, Freeport dapat melaksanakan ekspor konsentrat dan membayar bea keluar," kata Teguh di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/4/2017).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com