Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merger BUMN Farmasi Tidak Tepat

Kompas.com - 10/01/2008, 20:52 WIB

JAKARTA,KAMIS - Rencana pemerintah menggabungkan (merger) Kimia Farma, Indofarma, dan Phapros bukan terapi yang tepat untuk meningkatkan kinerja ketiga perusahaan tersebut.

"Rencana merger itu tidak akan bisa memberi nilai tambah bagi Phapros, tetapi justru bisa melarutkan anak perusahaan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang sudah memiliki kinerja bagus itu," kata pemegang saham minoritas Phapros, Masrizal A Syarief, di Jakarta, Kamis (10/1).
   
Rencana merger yang dinilai pemerintah dapat meningkatkan kinerja ketiga perusahaan tersebut juga dinilainya baru merupakan asumsi saja. Seharusnya, menurut dia, kinerja BUMN farmasi yang belum bagus dicari penyebabnya agar dapat diperbaiki dan ditingkatkan.

Masrizal mengatakan, kinerja keuangan ketiga perusahaan itu juga sangat jauh berbeda. Sebagai contohnya, penjualan bersih Kimia Farma yang mencapai Rp1,5 triliun hanya mampu menghasilkan laba bersih Rp40,5 miliar per kuartal ketiga 2007, sedang Phapros pada periode yang sama meraih laba bersih Rp16,7 miliar dari penjualan bersihya yang hanya Rp186,7 miliar dan sampai 31 Desember 2007 mencapai Rp52 miliar.

Dengan perbedaan kinerja keuangan seperti itu, menurut dia, bagaimana ketiga perusahaan itu mau dimerger untuk meningkatkan "performance" BUMN farmasi. Yang ada, katanya, justru kinerja Phapros yang selama ini sudah bagus akan tergerogoti.

Apalagi, kata Masrizal, saham Phapros banyak yang dipegang turun-temurun. "Kami tetap memegang saham Phapros tidak untuk mencari ’gain’, tetapi lebih karena ikatan emosional dan kebanggaan meski pemegang saham selalu senang menunggu karena perusahaan ini setiap tahun selalu membagikan deviden," katanya.

Karena itu, rencana penggabungan itu juga harus mendengarkan dan memperhatikan suara serta mendapat persetujuan lebih dari 1000 pemegang saham minoritas Phapros. Apalagi, banyak di antara mereka sudah menjadi pemegang saham sejak perusahaan itu didirikan.   Pemerintah melalui RNI juga menguasai 54 persen saham di Phapros.
   
Pada 2006, total penjualan 200 pabrik obat di Indonesia mencapai Rp23,46 triliun, lebih kecil dari penjualan perusahaan rokok Gudang Garam yang pada periode yang sama meraup Rp26,34 triliun. Sementara itu, total penjualan ketiga BUMN farmasi yang rencananya akan dimerger  bernilai Rp1,68 triliun.

Dengan demikian, menurut dia, pangsa pasar ketiga BUMN itu hanya 7,2 persen saja dan sangat sulit ditingkatkan untuk bisa mengungguli industri farmasi swasta yang mengandalkan penjualannya pada obat bermerek. Sementara penjualan ketiga BUMN itu sekitar 72 persennya justru berasal dari obat generik dengan keuntungan yang tipis.

Dari ketiga BUMN itu, menurut Masrizal, porsi penjualan obat generik Phapros hanya 25,7 persen, Kimia Farma 58,3 persen dan Indofarma 84,1 persen. Kondisi itu membuat margin laba bersih Phapros yang mencapai 9,1 persen menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan Kimia Farma dan Indofarma yang masing-masing 2,7 persen dan minus 1,8 persen.

Menurut Masrizal, margin laba bersih yang kecil Indofarma bisa dimaklumi karena sejak awal pendiriannya memang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan obat generik, sehingga sulit untuk mengharapkan kontribusi laba dari penjualan produknya.

Dia justru melihat bahwa penggabungan dua BUMN farmasi, yakni Kimia Farma dan Indofarma, akan lebih menguntungkan karena keduanya memang lebih banyak mengandalkan penjualannya dari obat generik. "Kedua BUMN itu juga memiliki fasilitas produksi dan jaringan distribusi yang cukup besar, sehingga bisa langsung digabungkan dalam satu manajemen tanpa perlu banyak melakukan konsolidasi dan sinkronisasi pembagian kerja," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com