Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara, Berhenti Bergantung pada Ekspor

Kompas.com - 16/02/2009, 10:13 WIB

Gambaran pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2009 semakin suram saja. Pada Desember 2008, dunia masih percaya bahwa perekonomian masih bisa tumbuh minimal 2,2 persen, namun kini ekonomi global semakin tertekan dan mungkin hanya bisa tumbuh maksimal 0,5 persen.

Dampaknya terasa langsung ke perekonomian regional di Asia, lalu Asia Tenggara, dan akhirnya menerpa Indonesia. Perdagangan luar negeri sulit diharapkan menjadi salah satu motor penggerak perekonomian. Dengan kondisi itu, pemerintah pun tak kuasa berjanji untuk mendorong pertumbuhan ekspor ke level 5 persen di atas nilai ekspor 2008. Mereka mengubah target pertumbuhan ekspor pada 2009 ini menjadi maksimal 2,5 persen, bahkan sangat mungkin terpuruk ke level 1 persen.

Tanda-tandanya sudah cukup jelas dengan hanya melihat aktivitas perdagangan di pelabuhan paling sibuk di Indonesia, yakni Tanjung Priok. Transaksi ekspor impor di pelabuhan yang menangani 70 persen transaksi ekspor impor nasional ini makin sepi saja.

Dampaknya sangat jelas, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 yang semula direncanakan pada kisaran 4,5-5,5 persen dengan nilai tengah 5 persen, diubah menjadi kisaran 4,5-5 persen dengan kemungkinan terbesar 4,7 persen. Koreksi ini dilakukan pemerintah hanya dalam satu pekan. Terakhir pada Rapat Kerja dengan Panitia Anggaran DPR, 12 Februari 2009, pemerintah juga menunjukkan sikap pesimistis pada pertumbuhan 4,7 persen, dan ada kemungkinan direvisi lagi ke posisi 4,2-4,3 persen.

Banyak syarat

Target-target pertumbuhan ekonomi itu hanya bisa dicapai dengan banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat itu adalah ada sedikit pertumbuhan investasi, penggelontoran belanja pemerintah dalam jumlah besar minimal tumbuh 10,4 persen lebih banyak dari 2008, dan konsumsi rumah tangga yang menjadi andalan utama, setidaknya harus tumbuh 4,8 persen dibandingkan dengan 2008.

Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi rumah tangga, yakni 70 persen dari produk domestik bruto (PDB), kemudian belanja pemerintah 10 persen, dan investasi sekitar 15 persen, sisanya dari ekspor.

Jadi, seperti diungkapkan Menteri Keuangan dan Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, andaikan hanya konsumsi rumah tangga yang tumbuh sesuai target dan sektor lainnya nol, itu sudah cukup mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2009 ke level 3,5 persen.

Namun, pertumbuhan ekonomi 3,5 persen tidaklah cukup karena Indonesia butuh lapangan kerja baru dalam jumlah besar. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menghitung, setiap pelambatan ekonomi 0,5 persen, ada 50.000 pekerja yang diberhentikan (PHK). Jika ekonomi tumbuh 4,5 persen, jumlah pekerja yang diberhentikan bisa mencapai 200.000 orang. Jadi, jika ekonomi hanya tumbuh 3,5 persen, maka jumlah PHK bisa menenggelamkan 300.000 orang ke jurang kemiskinan baru.

Bappenas juga mencatat, setiap pertambahan laju pertumbuhan ekonomi 0,5 persen akan menambah pertumbuhan kesempatan kerja baru sekitar 578.000. Jika ekonomi tumbuh 4,5 persen, pertumbuhan kesempatan kerjanya mencapai 1,53 persen dari total angkatan kerja yang mencapai sekitar 170 juta orang. Dengan demikian, jika ekonomi hanya tumbuh 3,5 persen akan ada sekitar 1,156 juta lapangan kerja yang tidak tercipta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com