Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan hal itu di Jakarta, Selasa (10/3).
Menurut dia, nominal pinjaman luar negeri dalam 14 mata uang asing—yang didominasi yen Jepang sebesar 47,7 persen dari total utang—sebenarnya tetap sama. Namun, beban utang dalam rupiah menjadi lebih besar, setidaknya per 31 Januari 2009.
”Tambahan beban pembayaran utang akibat kurs itu bergantung pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS saat bunga dan pokok utangnya dibayar waktu jatuh tempo,” ujarnya.
Pada saat pemerintah mengonversi semua utang luar negeri ke dollar AS per 31 Desember 2008, yen terapresiasi terhadap dollar AS. Akibatnya, terjadi fluktuasi nominal utang luar negeri mencapai 5,871 miliar dollar AS.
Total utang luar negeri pemerintah pada 2008, setelah memperhitungkan tambahan utang baru dan menguranginya dengan pembayaran cicilan pokok, seharusnya 59,576 miliar dollar AS. Namun, akibat adanya fluktuasi mata uang, beban pinjaman luar negeri pemerintah bertambah 5,871 miliar dollar AS menjadi 65,447 miliar dollar AS.
Rahmat menegaskan, berapa pun beban pembayaran utang yang harus dibayar pada saat jatuh tempo, Indonesia tetap akan melunasinya. Sebab, jika tidak dibayar, Indonesia akan dikategorikan sebagai negara yang gagal bayar (
Nominal tambahan beban pembayaran utang sebesar 5,871 miliar dollar AS itu merupakan yang terbesar sejak tahun 2001. Pada 2001, Indonesia justru mendapatkan keringanan beban akibat penguatan rupiah terhadap dollar AS sebesar 3,245 miliar dollar AS. Hal yang sama terjadi pada tahun 2005, senilai 5,392 miliar dollar AS.
Tambahan beban utang akibat fluktuasi nilai tukar terjadi pada tahun 2003, yakni 4,882 miliar dollar AS. Maka, beban pembayaran utang pada 2008 adalah yang tertinggi selama ini. ”Tambahan 5,871 miliar dollar AS itu adalah stok yang harus dibayar sampai 2055,” ujar Rahmat.
Pengamat ekonomi, Dradjad H Wibowo, mengatakan, Indonesia tetap akan bergantung pada utang, dilihat dari rencana pemerintah yang masih akan mencairkan pinjaman siaga dalam rangka mengantisipasi krisis perekonomian dunia. Pinjaman siaga itu sama dengan pinjaman biasa yang membebani anggaran pemerintah, tetapi dikemas dengan istilah utang siaga.