Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akar dari Krisis Global

Kompas.com - 16/03/2009, 08:49 WIB

oleh Simon Saragih 

 

KOMPAS.com Memiliki mobil atau rumah tidak selamanya harus dengan uang tunai, tetapi bisa dengan mencicil. Bahkan tidak sedikit orang yang memiliki televisi karena mencicil. Jangan kecil hati, kebiasaan mencicil sudah berlangsung sejak lama di dunia dengan mengandalkan pembayaran dari gaji tetap.

Hanya orang mapan dan superkaya yang bisa membeli segala kebutuhan dengan uang tunai. Namun sayangnya, seperti ditunjukkan dari hasil penelitian Gemini Capital dan Merrill Lynch setiap tahun, kekayaan di dunia ini tidak terbagi rata di antara tujuh miliar penduduk dunia. Bahkan, ketidakmerataan itu begitu timpang.

Hampir semua, tentu sebagian macet, kegiatan mencicil seperti itu berjalan lancar. Tidak terdengar kebangkrutan massal perusahaan keuangan secara global sejak 1930-an. Ada sejumlah kasus kehancuran sistem keuangan di beberapa negara dalam beberapa dekade terakhir, namun tidak sampai memberi efek domino kebangkrutan massal seperti sekarang.

Bukti lain,  Presiden Bank Dunia Robert Zoellick dan Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn mengatakan, tak pernah ada pertumbuhan ekonomi dunia yang negatif sejak Depresi Besar 1929. Artinya, kegiatan pinjam-meminjam relatif lancar saja.
 
Paul Krugman dan Joseph E Stiglitz, dua ekonom AS peraih Nobel Ekonomi, mengatakan, ada regulasi yang membuat bank-bank dan lembaga keuangan memberi kredit dengan rambu-rambu yang aman. Jika sebagian kredit yang dikucurkan macet, ada perusahaan asuransi yang menjamin kemacetan itu, atau bank itu sendiri punya cadangan untuk mengompensasi kredit macet.

Jika bank-bank itu bangkrut sekalian, ada perusahaan yang menjamin deposito nasabah, seperti Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) di AS dan juga di Indonesia.

Dengan sistem seperti itu, konsumen, nasabah, dan perbankan sama-sama merasa aman dengan kegiatan saling meminjamkan, termasuk kegiatan meminjamkan ke perusahaan. Dari proses pinjam-meminjam ini terjadilah permintaan, yang menjadi inti pendorong aktivitas perekonomian. Bahkan perbankan bersedia memberi kartu kredit kepada miliaran penduduk dunia, yang semakin mendorong permintaan dan kemampuan berbelanja.

Sekarang kegiatan seperti itu terganggu untuk sementara kecuali untuk konsumen dan perusahaan yang benar-benar dianggap aman. Konsumen tidak dipercaya, atau tidak memiliki daya beli sebagian karena sudah di-PHK. Banyak bank tidak punya dana, bahkan sudah bangkrut dan ini terjadi pada bank-bank kaliber dunia bernama besar seperti UBS, Citigroup, ABN-AMRO yang sudah almarhum dan lainnya. Jika ada bank yang punya dana, ada keraguan mengucurkannya.

Hal ini mengganggu transaksi ekonomi, yang intinya mengganggu proses permintaan dan penawaran. Anjloknya permintaan membuyarkan penjualan mobil buatan GM, Fords, Toyota, Honda dan lainnya. Hampir semua kategori produk kini mengalami penurunan penjualan, apalagi barang-barang luks. Sebagian kartu kredit pun kini sudah sekadar kartu yang tak berdaya beli lagi.

Hancurnya kepercayaan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com