Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Neoliberalisme Identik dengan Kerusuhan Sosial

Kompas.com - 29/05/2009, 06:02 WIB

MAKASSAR, KOMPAS.com - Ekonomi neoliberalisme dikhawatirkan akan sama dengan menyulut kerusuhan sosial.  Ini karena isu-isu yang menyertai neoliberalisme itu.

Isu tersebut adalah demokrasi liberalisme, risiko negara (country risk), hak asasi manusia tanpa hak ekosob (memperoleh penghidupan yang layak, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, perumahan, layanan publik, dan ekonomi konstitusi), lingkungan untuk menahan laju daya saing pesaing, gender, good corporate governance, indeks korupsi, indek persaingan, multikultur, kearifan lokal, dan pemerintah gagal serta buruk dalam penyediaan layanan publik.
     
Hal itu dikemukakan pengamat ekonomi, Dr Ichsanuddin Noorsy, dalam seminar nasional "Kupas tuntas sistem ekonomi neoliberalisme vs sistem ekonomi kerakyatan dan kebangsaan" yang dibuka Pembantu Rektor IV Unhas, Dwia Aries Tina NK atas nama Rektor Unhas dan dilaksanakan Forum Akademisi Perguruan Tinggi di Kampus Unhas Makassar, Kamis (28/5).
     
"Ekonomi neoliberalisme mengandalkan mekanisme pasar. Globalisasi tidak lebih dari pemusatan kebijakan dan penyebaran barang dan jasa," katanya.
Dalam sajian yang berlangsung sekitar satu jam lebih itu, Ichsanuddin Noorsy yang tampil bersama Prof Dr Halide dan Ir Muslimin mengatakan, ekonomi neoliberalisme menggambarkan pemerintah dan birokrasi tidak lebih dari pesuruh pemodal yang menempatkan sistem ekonomi dalam hubungan patron-client.
     
"Ekonomi liberalisme berbasis individual, mekanisme pasar dan pasar bebas," ujar Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM tersebut. Motivasi utama ekonomi liberalisme, katanya, adalah akumulasi modal.

Ia memberi contoh, di Indonesia dari sisi penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menyedot tenaga kerja sekitar 96,1%, sementara usaha besar hanya 3,9%. Namun, dari aspek penyerapan kredit, UMKM hanya memperoleh kucuran tidak lebih 20%, sementari porsi terbesar tersedot oleh usaha besar.
      
Prof Halide mengatakan, Indonesia sebenarnya hanya mengenal dua sistem ekonomi, yakni liberalisme/kapitalisme, dan sistem ekonomi komunisme dan sosialisme.  "Dalam Tap MPRS yang berkaitan dengan demokrasi ekonomi ditekankan mengamankan dan melindungi demokrasi dengan berpegang teguh pada bukan liberalisme, bukan etatisme, dan bukan monopoli," kata Halide. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com