JAKARTA, KOMPAS.com -
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pangsa pasar kredit MKM BPR terhadap kredit MKM perbankan nasional per Juni 2009 sebesar 3,92 persen, turun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar 4,15 persen dan tahun 2004 yang masih 4,5 persen.
Dengan sumber daya yang lebih memadai, bank umum termasuk milik asing relatif lebih mudah menjaring debitor MKM. Belakangan ini banyak debitor BPR pindah ke bank umum.
”Selama periode April hingga Mei 2009, hampir 1.000 debitor BPR berkurang,” kata Ketua Umum Perbarindo DKI Jaya dan Sekitarnya Hiras Lumban Tobing, Selasa (18/8) di Jakarta.
Dalam beberapa tahun terakhir memang makin banyak bank umum yang bermain di segmen MKM yang selama ini menjadi fokus BPR. Selain bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank swasta milik asing juga makin giat menggarap segmen ini sampai ke desa-desa.
Cabang bank asing juga gencar menawarkan kredit tanpa agunan di bawah Rp 50 juta. Sedikitnya ada 23 bank umum nasional dimiliki asing dengan penguasaan saham minimal 44,5 persen dari total saham.
Bank umum tergiur karena MKM menjanjikan imbal hasil besar dengan margin bunga bersih di atas 10 persen, sementara segmen korporasi hanya 5 persen. Investor asing pun mengakuisisi bank lokal agar mendapat akses di bisnis MKM.
Di pasar yang sama, jelas BPR tak mampu bersaing. Bank umum bisa menghimpun dana masyarakat dengan bunga paling tinggi 6 persen, sementara bunga deposito BPR sebesar 11,65 persen. Dampaknya, bunga kredit modal kerja BPR mencapai 35,39 persen, sementara bank umum bisa 24 persen. Akibat tak mampu bersaing, banyak BPR kesulitan dan gulung tikar.
Untuk mempertahankan eksistensi BPR, Lumban Tobing meminta ada pengaturan penyaluran kredit mikro oleh bank umum. Salah satunya melalui linkage program atau penyaluran kredit mikro oleh bank umum melalui BPR. Bank umum tidak perlu masuk ke desa-desa.