JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah Indonesia harus bisa mempelopori adanya Undang-Undang Korupsi di Perusahaan Swasta yang efeknya terkait dengan pendanaan negara.
Dengan adanya RUU tersebut, KPK dapat segera menjerat setiap direksi perusahaan swasta yang melakukan tindak pidana korupsi yang efeknya terkait dengan keuangan negara. KPK tidak harus menunggu hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki, Kamis (3/9), menyatakan, dasar pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Korupsi Perusahaan Swasta sudah ada, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC).
Oleh karena itu, Indonesia harus memelopori adanya UU Korupsi Perusahaan Swasta yang dampaknya terkait kepada keuangan negara di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
"Payung hukumnya sudah ada, UU Nomor 7 Tahun 2006 itu. Jadi, KPK tidak perlu menunggu hasil audit BPK untuk membutikan adanya unsur pidana dalam penggunaan keuangan negara untuk menalangi (bail-out) Bank Century," kata Teten.
Menurut Teten, keberadaan RUU tentang Korupsi Perusahaan Swasta itu dirancang berdasarkan pembelajaran dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century dan bank-bank lainnya.
"Dengan demikian, pemerintah sudah waktunya memprioritaskan UU teknis untuk menjerat segala bentuk tindak pidana, mulai dari penipuan di perusahaan swasta ke dalam tindak pidana korupsi," tambah Teten.
Dikatakan Teten, ratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi telah ditandatangani pemerintah RI pada era Presiden Megawati Soekanoputri pada 18 Desember 2003 di Markas Besar PBB telah diadopsi pada Sidang ke-58 Majelis Umum melalui Resolusi No. 58/4 pada tanggal 31 Oktober 2003.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.