G-20 menyumbang 90 persen terhadap produk domestik bruto dunia, sekitar 60 triliun dollar AS. Para diplomat mengatakan, G-8 tetap eksis, tetapi fokusnya nonekonomi.
G-20 adalah organisasi informal dan tidak mengikat, tetapi pengaruhnya cukup besar untuk mendorong peluncuran sebuah kebijakan multilateral. G-20 akan mengubah kelompok elite dunia, yang sebelumnya didominasi negara-negara kaya, menjadi kelompok elite dengan kombinasi negara berkembang dengan prospek cerah serta negara-negara kaya.
Gedung Putih, Washington DC, Kamis (24/9), menyatakan, ”Keputusan itu bertujuan menggiring ke meja perundingan negara-negara yang memang diperlukan untuk menciptakan perekonomian global yang lebih seimbang dan lebih kuat. Peran negara-negara itu diperlukan untuk merancang reformasi keuangan dan membebaskan warga miskin.”
Hampir semua kalangan menyambut keputusan itu kecuali Jepang, yang kecewa karena China selalu mengganjal Jepang menjadi anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama tidak antusias soal peran G-20 menggantikan G-8.
Namun, profesor politik Shinichi Nishikawa dari Universitas Meiji, di Tokyo, mengatakan, ”Tidak realistis membahas isu global tanpa melibatkan China atau India. Tindakan itu menggambarkan berakhirnya sebuah era. Keberadaan Jepang memudar, dan itu tidak terhindarkan.”
PM Australia Kevin Rudd mengatakan, G-20 memang sudah harus menjadi badan penting untuk memperkuat perekonomian global pada masa datang. ”G-20 kini memungkinkan Australia bersuara dalam pengelolaan ekonomi global, yang memberikan pengaruh langsung kepada kami,” kata Rudd soal G-20, yang resmi menjadi forum utama ekonomi dunia.
Keputusan itu merupakan inisiatif Presiden AS Barack Obama, dan disetujui para pemimpin G-20. Keputusan ini merupakan kemenangan Obama, yang sebelum menjadi presiden sudah mencanangkan dunia yang lebih mendengarkan aspirasi warga global ketimbang hanya didominasi sekelompok kecil negara-negara maju. Obama mengakui peran China dan mendambakan reformasi arsitek keuangan global.
Suara di IMF
Perubahan posisi G-20 itu mengandung banyak makna, termasuk pengakuan kepada negara-negara berkembang untuk menggerakkan ekonomi global ke depan. ”Sebagai salah satu contoh, kita tidak bisa lagi mengharapkan konsumen AS bisa menjadi katalisator ekonomi. Kita kini mau tidak mau harus mengharapkan peran ekonomi Brasil, India, China, bahkan Asia Tenggara,” kata Presiden Bank Dunia Robert Zoellick kepada televisi CNN.