Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Tundjung Inderawan, Jumat (30/10) di Jakarta, mengatakan, pemerintah segera mengevaluasi umur dan daya dari seluruh high speed circuit breaker (HSCB) atau sekring tersebut. Dijelaskan, batas kemampuan sekring bukan pada umur, melainkan seberapa sering putus koneksi (trip). Kondisi trip, misalnya, seperti sekring rumah yang turun, saat daya 900 watt dipakai untuk daya 1.000 watt. ”Bila ada sekring yang lemah, kami akan mendorong PT Kereta Api secepatnya mengganti. Tentu, dilihat kemampuan (dana) PT KA, bila kurang pemerintah campur tangan,” ujarnya. Menurut Tundjung, karena PT KA tak dibebani pembayaran pemakaian prasarana rel atau track access charges (TAC), maka PT KA harus turut merawat dan mengganti sekring. ”PT KA harus merawat prasarana karena dana yang disimpan dari TAC yang tak disetor, adalah sama seperti dana perawatan infrastruktur, yang diberikan regulator ke operator,” kata Tundjung. Penegasan bahwa 85 persen dari 196 sekring di lintas kereta rel listrik (KRL) telah mencapai batas pemakaian disampaikan Direktur Teknik PT Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek Bambang Adi Pratignjo. Menurut Bambang, bila sekring tak diganti, terbakarnya gardu listrik di Stasiun Universitas Indonesia dapat terulang. Padahal, harga gardu listrik Rp 10 miliar-Rp 12 miliar per unit dan lama perbaikan bisa dua bulan. Secara teknik, kata Bambang, sulit ”mengakali” sekring atau mengganti komponen secara terpisah. Oleh karena itu, mau tak mau sekring tersebut harus diganti. ”Sementara ini, kami memberdayakan sekring dari lintas yang tak padat,” ujarnya.