Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penahanan Bibit-Chandra Kredit Negatif Pemerintahan SBY

Kompas.com - 31/10/2009, 09:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tindakan pihak kepolisian menahan dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, terus menuai kontroversi. Meski merupakan kewenangannya, polisi dinilai tidak punya alasan kuat untuk menahan keduanya. Penahanan ini justru dianggap kontraproduktif dengan agenda pemberantasan korupsi yang digembar-gemborkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, berdasarkan pengalaman survei yang pernah dilakukan LSI, kasus KPK versus polisi menurunkan rating kepuasan publik terhadap kinerja SBY di bidang pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.

"Padahal, dua hal inilah yang menjadi andalan pemerintah SBY selama ini. Untuk itu, SBY harus mengembalikan reputasi dan komitmennya dalam pemberantasan korupsi," kata Burhanuddin, Jumat (30/10).

Salah satu upaya yang bisa dilakukan SBY, menurut Burhan, dengan membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus yang melibatkan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.

"Bagaimanapun, Polri dan Kejaksaan punya konflik kepentingan dalam mengusut KPK, dan kedua institusi itu secara struktural bertanggung jawab kepada Presiden," ujarnya.

Meskipun Presiden SBY mengatakan bahwa kasus yang menyeret Bibit-Chandra bukan konflik lembaga, yang terpapar di publik justru sebaliknya. Menurut Burhan, membiarkan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung saling "gigit" justru akan menebalkan pesimisme publik terhadap agenda pemberantasan korupsi di bawah pemerintahan SBY.

Secara terpisah, anggota Komisi Hukum DPR asal Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan bahwa komisinya akan segera mengundang Kepolisian RI untuk menjelaskan kasus tersebut pada 4 November mendatang.

"Kepolisian harus bisa menjelaskan kasus ini dengan gamblang. Penahanan Bibit dan Chandra sangat mengejutkan. Keputusan penahanan Bibit-Chandra dikhawatirkan akan menjadikan para koruptor sebagai 'pemenang'," kata Bambang.

Ia khawatir, membiarkan kasus ini berlarut-larut juga akan menumbuhkan kerajaan koruptif yang amat kuat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com