Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompos Kurangi 58 Persen Sampah

Kompas.com - 04/11/2009, 19:04 WIB

TEMANGGUNG, KOMPAS.com - Pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah organik dapat mengurangi sekitar 58 persen sampah yang selalu menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA).
    
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung, Hardyat Heru Santosa di Temanggung, Rabu (4/11), mengatakan berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup, komposisi sampah di Indonesia sebanyak 58 persen merupakan sampah makanan. "Apabila sampah makanan atau organik itu diolah menjadi kompos, jumlah sampah akan berkurang sebanyak 58 persen," katanya pada temu remaja se-Kabupaten Temanggung di Pendapa Pengayoman.
    
Menurut dia, masyarakat perlu mengubah paradigma, sampah yang biasa menjadi limbah bisa diubah menjadi sumberdaya. Jika biasanya sampah hanya dikumpulkan untuk diangkut kemudian dibuang, diubah dengan tindakan memilah-milah untuk dilakukan daur ulang. "Perlakuan demikian, membuang sampah yang semula perlu biaya, dengan mengubah cara pandang akan menjadi tambahan pendapatan," katanya.
    
Selain mengurangi jumlah sampah, katanya, jika sampah organik atau sampah yang mudah diuraikan secara proses alami itu dibuat menjadi kompos dapat berguna sebagai pupuk.
    
Ia mengatakan, pemilahan sampah dibedakan antara sampah organik dan anorganik yang keduanya dapat dimanfaatkan. "Sampah anorganik dapat didaur ulang dan sampah organik bisa dibuat kompos," katanya.
    
Menurut dia, pembuatan kompos untuk skala rumah tangga sangat mudah, dengan menyediakan wadah dan bahan yang akan dipakai membuat kompos. Wadah tersebut dapat berupa drum pot atau ember yang dilubangi bagian bawah dan wadah harus tertutup agar suhu tetap terjaga. "Proses pembuatan kompos, bahan organik yang sudah dicacah dimasukkan ke wadah ditambah pasir, tanah, kotoran hewan, dan kapur," katanya.
    
Selain dengan ember, katanya, pembuatan kompos dapat dilakukan di halaman rumah dengan membuat lubang berkedalaman 30-50 cm dan lebar sesuai kebutuhan. Setelah sampah organik dicacah dan dicampur dengan tanah kemudian tinggal ditutup dengan tanah. "Setelah beberapa bulan, kompos bisa dimanfaatkan," katanya.
    
Ia mengatakan, selain menjadi alternatif pengganti pupuk kimia dengan harga lebih murah, berkualitas, dan ramah lingkungan dengan mengelola sampah organik menjadi kompos akan mengurangi berbagai permasalahan, antara lain memperpanjang umur TPA, mengurangi banjir, mencegah timbulnya penyakit menular, penurunan sumber daya alam, pencemaran lingkungan, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com