Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasilkan Kompos dengan Rumah Produksi Kompos

Kompas.com - 30/11/2009, 19:03 WIB

BANTUL, KOMPAS.com - Masyarakat Dusun Ponggok, Desa Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul membangun rumah produksi kompos dan kandang ternak kelompok. Produksi kompos akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan petani setempat, menggantikan pupuk kimia.

"Rumah produksi kompos berkapasitas 5 ton per hari. Bahan bakunya adalah kotoran ternak, yang diambil dari kandang-kandang kelompok serta daun-daunan sisa panen. Kami akan menjual kompos seharga Rp 800 per kilogram . Bila kebutuhan internal sudah tercukupi, kami baru akan menjualnya ke luar," kata Lasiyo, Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air Satuhu, Desa Sidomulyo, Senin (30/11).

Menurutnya, rumah produksi kompos dibangun di lahan kas desa seluas 100 meter persegi, sementara kandang ternak di lahan seluas 1.600 meter persegi. Untuk kandang ternak mampu menampung sekitar 100 ekor sapi. Pada tahap awal kelompok baru akan mengembangkan 45 ekor sapi, yang 25 ekor diantaranya berasal dari bantuan direktorat jenderal pengelolan lahan dan air.

Pembangunan kandang ternak dan rumah produksi kompos, lanjut Lasiyo adalah sebuah sinergi antara pertanian dan peternakan. Selama ini kotoran ternak belum banyak dimanfaatkan, begitu juga dengan dedaunan sisa panen seperti jerami atau daun kedelain. Rencananya P3A Satuhu akan membeli kotoran ternak basah seharga Rp 100 per kilogram.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, Edy Suharyanto mengatakan hadir nya rumah produksi kompos di Desa Sidomulyo, menambah produksi pupuk organik di Bantul. Menurutnya, semakin banyak produksinya maka kemungkinan petani untuk beralih ke organik juga semakin besar. Apalagi tahun depan pemerintah akan mengurangi subsidi pupuk kimia, yang akan membuat harga jualnya naik.  

"Kalau harga pupuk kimia sudah mahal, maka petani akan berpikir ulang untuk menggunakannya, apalagi dalam jumlah banyak. Dampaknya adalah penurunan tingkat penggunaan urea, yang selama ini cukup meresahkan," katanya.

Rata-rata penggunaan pupuk urea di Bantul mencapai 400 Kg/hektar, sementara dosis yang dianjurkan hanya 250 Kg/hektar. Dosis yang berlebihan tersebut telah merusak unsur hara dalam tanah sehingga struktur tanah pun rusak. Jika keadaaannya seperti itu terus maka nasib dunia pertanian ke depan akan semakin suram.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Whats New
Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Spend Smart
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

Whats New
Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com