Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Belum Siap

Kompas.com - 14/12/2009, 06:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia akan meminta tidak terlibat penuh dalam liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara untuk melindungi kepentingan penerbangan nasional. Indonesia akan mempersiapkan diri terlebih dahulu sebelum terlibat penuh dalam liberalisasi penerbangan.

Demikian disampaikan Menteri Perhubungan Freddy Numberi di Jakarta, Sabtu (12/12). ”Jika Indonesia tidak siap menghadapi open sky policy di Asia Tenggara, angkutan udara di negara ini justru akan dilayani mereka (maskapai asing). Kini, kita harus serius mempersiapkan diri dahulu,” ujarnya.

Freddy menegaskan, apabila semua bandara internasional yang ada di Indonesia dibuka untuk maskapai asing, Indonesia adalah pihak yang dirugikan.

”Singapura hanya punya 1 bandara, Malaysia 6 bandara, kita mempunyai 26 bandara internasional,” ujar Menhub.

Freddy mengkhawatirkan, bila jumlah bandara yang boleh didarati maskapai asing tidak dibatasi, maskapai nasional akan diempas oleh kedatangan maskapai asing.

”Belum lagi maskapai-maskapai di regional ini dikenal kuat di dunia penerbangan, seperti Singapura Airlines, AirAsia, Thai Air,” ujarnya.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Dephub Herry Bakti, pemerintah segera menerbitkan Keputusan Menhub tentang jumlah bandara yang siap untuk liberalisasi penerbangan (open sky policy). ”Mungkin tiga atau lima bandara yang siap,” kata Herry.

Juru Bicara Dephub Bambang S Ervan mengatakan, sebelum mengikuti liberalisasi penerbangan, pemerintah akan meningkatkan daya saing perusahaan penerbangan dan kapasitas tampung bandar udara.

Liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara diberlakukan mulai tahun 2015. Liberalisasi berlaku untuk pesawat penumpang ataupun angkutan kargo.

Diharapkan, dengan liberalisasi penerbangan itu, persaingan di antara para pengelola maskapai tumbuh sehingga pelayanan membaik dan harga tiket pesawat bisa lebih murah.

Namun, riset lembaga penelitian Australia, Monash Pty Ltd, menunjukkan adanya dampak negatif liberalisasi penerbangan di suatu kawasan. Hal itu, antara lain, berupa perang tarif, ketidakadilan karena masih ada maskapai yang disubsidi pemerintah, dan kompetisi yang mendorong pengurangan pegawai.

Negara seperti Indonesia dengan Garuda Indonesia, Malaysia dengan Malaysia Airlines (MAS), atau Thailand dengan Thai Air, diharapkan Monash Pty Ltd, berlaku transparan saat menyubsidi maskapai nasionalnya. Hal ini untuk menciptakan persaingan yang sempurna dan menguntungkan konsumen.

Liberalisasi penerbangan, antara lain, dilakukan di Uni Eropa dan Kepulauan di Samudra Pasifik. Adapun liberalisasi penerbangan yang dikenalkan di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia belum disambut positif karena dikhawatirkan terjadi persaingan tidak sempurna akibat subsidi ”terselubung” dari negara ke maskapai tertentu. (RYO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com