Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyamakan Kulit Kekurangan Bahan Baku

Kompas.com - 11/02/2011, 18:44 WIB

 

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Industri penyamakan kulit Indonesia kekurangan sekitar 70 persen bahan baku. Karena itu, kalangan pengusaha penyamakan kulit meminta pemerintah untuk mem buka kran impor serta membatasi ekspor kulit mentah ke luar negeri.

Setiap tahun, 67 pabrik penyamakan kulit dan 120 industri rumah tangga penyamakan kulit di Indonesia kekurangan pasokan bahan baku sebanyak 3 juta lembar kulit sapi dan 15 juta lembar kulit kambing/domba.

"Agar industri ini tetap bertahan, pemerintah kami harap membuka kran impor bahan baku kulit mentah dan pikel dari semua negara," kata Ketua Umum Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Senjaya Herlina, Jumat (11/2) di sela Musyawarah Nasional Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia ke-VII di Yogyakarta.

Menurut Senjaya, sejak tahun 1997, impor bahan baku kulit terkendala peraturan pemerintah yang hanya mengizinkan impor dari negara yang bebas penyakit mulut dan kuku. Sedangkan, impor ke beberapa negara yang dinyatakan belum bebas penyakit mulut dan kuku dihentikan, seperti Brunei Darussallam, Thailand, Vietnam, dan Amerika Latin.

"Harga bahan baku dari negara yang tidak dilarang impor relatif lebih mahal 30 persen dibandingkan negara-negara yang dilarang. Ancaman penyakit itu sebenarnya tidak ada karena para pelaku industri memiliki obat dan anti bakteri dalam pengolahan," kata Senjaya.

Selain terkendala larangan, pemerintah kini justru membuka lebar-lebar ekspor bahan baku kulit ke luar negeri, sebanyak 2 juta lembar kulit mentah sapid an 5 juta lembar kulit mentah kambing dan domba per tahun. Situasi inilah yang mengakibatkan minimnya persediaan bahan baku industri kulit dalam negeri.

Jika pasokan bahan baku industri kulit dalam negeri terpenuhi, diperkirakan kapasitas produksi kulit sapi tersamak di Indonesia yang saat ini mencapai 60 juta square feet per tahun meningkat menjadi 150 juta square feet per tahun. Sedangkan, kapasitas produksi kulit tersamak kambing dan domba yang sekarang 25 juta square feet per tahun melonjak hingga 100 juta square feet per tahun.

10.000 tenaga kerja

Di Yogyakarta, tepatnya Kabupaten Sleman dan Bantul industri berbahan baku kulit seperti pabrik alas kaki dan sarung tangan mampu menyerap sebanyak 10.000 tenaga kerja. Jumlah ini akan semakin bertambah seiring banyak masuknya perusahaan-perusahaan industri kulit luar negeri.

"Industri kulit di Yogyakarta sedang meningkat, tapi ketersediaan bahan bakunya masih minim. Perlu diketahui, produk sarung tangan dari Yogyakarta banyak digunakan para atlit golf di Eropa, begitu juga sarung tangan musim dingin banyak diekspor ke sana," kata Ketua APKI DIY dan Jateng Haryono Sutanto.

Menurut Haryono, kebijakan impor bahan baku kulit terkendala pula oleh kecurigaan dari pemerintah bahwa bahan baku tersebut akan dimanfaatkan untuk industri makanan.

Menyikapi hal ini, Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementrian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, Kementrian Perindustrian akan menyampaikan keluhan kalangan industri penyamakan kulit ke Kementrian Pertanian. Panggah juga berjanji akan berkoordinasi dengan Kementrian Pertanian untuk mengubah kebijakan ekspor impor kulit mentah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com