Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/03/2011, 14:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achsanul Qosasi mengemukakan, sebanyak 17 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mengalami kerugian dan diharapkan jumlahnya menurun tahun ini.

Demikian disampaikan Achsanul dalam dilektika demokrasi bertema "Hentikan Politisasi BUMN" di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis (17/3/2011).  Diskusi juga menghadirkan pembicara Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis, anggota Fraksi Partai Hanura Akbar Faizal dan peneliti dari LSI Burhanuddin Muhtadi.

Achsanul mengemukakan, nilai aset seluruh BUMN mencapai Rp 2.500 triliun, sedangkan keuntungannya Rp 97 triliun atau empat persen dari total aset. "Setorannya kepada APBN sekitar Rp 30 triliun," katanya.

Dia mengatakan, setoran kepada APBN dalam bentuk deviden sebesar itu msih sangat kecil. "Rasanya setoran masih sangat kecil," kata Anggota Fraksi Partai Demokrat itu.

Mengenai BUMN yang merugi, dia menyebutkan bahwa pada 2006 sebanyak 36 BUMN, tinggal 24 BUMN pada 2009 dan pada 2010 tinggal 17 BUMN masih rugi. "Tetapi ada empat atau lima BUMN yang tak bisa ditolong. Kalau begitu ya sudahlah ditutup saja. Tetapi kalau masih bisa ditolong harus diperbaiki manajemennya agar berkembang," katanya.

Mengenai penyebab BUMN merugi, Achsanul mengemukakan, BUMN yang masih menggeluti manufaktur dan jasa. "Yang meraih untung umumnya pertambangan dan migas karena bahan bakunya tinggal ambil. Yang rugi adalah BUMN manufaktur dan jasa. Jangankan di luar negeri, di dalam negeri saja BUMN manufaktur dan jasa rugi," katanya.

Menurut dia, BUMN yang mergi itu karena terbebani oleh beban yang semestinya tidak jadi beban mereka. "Adanya beban dari pemerintah sehingga BUMN ini cenderung tidak efisien," katanya.

Dia mengatakan, ada BUMN merugi dan sulit berkembang karena bertarung di lapangan yang sama. Contohnya, BUMN bidang semen.  Karena itu, harus jadi holding jadi satu perusahaan pupuk.

Achsanul juga menyoroti besarnya gaji direksi BUMN dibanding kondisi kesehatan perusahaan. "Ada gaji direksinya yang besar besar sehingga tidak efisien dan  perudahaan terlalu banyak beban," katanya.  

Dia berpendapat komisaris dan direksi BUMN sebaiknya orang-orang profesional. "Kalau perlu ditunjuk orang asing. Yang penting profesional," katanya.

Dia juga mengatakan, BUMN terkesan tidak mudah berkembang karena terbelit birokrasi dan ketentuan undang-undang. "BUMN terbelenggu birokrasi dan ketentuan UU, kalau swasta bisa main di manapun, bebas," katanya.

Salah satu belenggu birokrasi dan kepentingan politik yang sangat merugikan BUMN adalah pada PT Texmaco. Perusahaan ini hilang begitu saja dengan 60 ribu karyawan, 150 ribu karyawan yang tidak langsung berhubungan, karena adanya kepentingan politik pemerintah waktu itu.     Padahal perusahaan ini menghasilkan produk yang sangat dibutuhkan dangat kualitasnya bagus. "Truk saja bisa diproduksi Texmaco. Tetapi perusahaan ini hilang begitu saja, jadi besi tua karena birokrasi dan kepentingan pemerintah waktu itu," katanya.

Achsanul yang pernah menjadi Direktur Keuangan PT Texmaco mengatakan, Sinivasan tidak punya apa-apa. "Sinivasan rumahnya di Kebon Kacang, pakai Volvo tahun 1980 dan tak punya apa-apa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com