Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Modus Pengemplangan Pajak

Kompas.com - 17/03/2011, 15:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu direktur PT Sinar Terang Sentosa Jaya (STSJ) telah divonis 2 tahun penjara dan denda 1 milyar atas tindak pidana berupa penerbitan faktur pajak fiktif. Di mana perusahaan ini sengaja didirikan dengan maksud memperoleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan menyampaikan SPT secara tidak benar.

"Perbuatan menyampaikan SPT yang isinya tidak benar ini bisa macam-macam modusnya," jelas Kabid Pemeriksaan, Penagihan, dan Penyidikan Pajak Edward Sianipar, di Jakarta, Kamis (17/3/2011).

Modus STSJ yaitu mengkreditkan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau fiktif dalam SPT Masa PPN Lebih Bayar, yang dilaporkan kepada KPP untuk dapatkan restitusi PPN. "Ada dua tindakan dari STSJ yaitu, pertama, menerbitkan kembali faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, kedua, faktur pajak masukan yang diperoleh dan diterbitkan oleh pajak selanjutnya digunakan sebagai sarana melakukan restitusi," jelas Edward.

Kemudian, hal ini terindikasi melalui pengawasan yang berada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Di mana apabila dari hasil pengawasan terdapat indikasi pidana maka dilaporkan kepada kantor wilayah. "Dari hasil penelitian dari KPP diduga ada tindak pidana dan ditemukan bukti permulaan yang cukup. Instruksi dari Dirjen Pajak," jelasnya.

Hasil penyelidikan KPP, dalam formulir pendaftaran pajak di KPP Penjaringan, STSJ mengaku sebagai perusahaan di bidang perdagangan. Ternyata, STSJ tidak punya lokasi yang memadai dan pegawai untuk menjadi perusahaan perdagangan. "Tidak hanya itu, para saksi yaitu pabrikan riil yang namanya dicatut oleh STSJ mengakui tidak pernah menjual barang dan tidak pernah menerbitkan faktur pajak kepada STSJ," ujar Edward.

Kasus ini mempunyai dakwaan primer dan subsider, yaitu selain menyampaikan SPT yang tidak benar di mana faktur-faktur pajak bukan berdasarkan transaksi yang sebenarnya, kedua, Wajib Pajak Badan juga menggunakan nomor pokok Wajib Pajak Badan dan nomor pembukuan PKP-nya dengan tidak benar karena menerbitkan faktur pajak kepada orang-orang yang menjadi pengguna faktur pajak bermasalah. Maka, faktur pajak bermasalah ini pun bisa digunakan oleh pengguna berikutnya hingga 7 sampai 8 tingkatan, yang akhirnya berpengaruh kepada tingkat kesulitan hingga waktu bagi Dirjen Pajak untuk membongkarnya. "Penyidikan lama atau tidak bergantung dari kondisi dari kasus, tiga varibel, yaitu besarnya transaksi, banyaknya jumlah pihak yang terlibat, bentuk-bentuk perbuatan pidana yang dilanggar," tutur Edward.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com