Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inkubasi Teknologi Dorong "Entrepreneur"

Kompas.com - 13/04/2011, 17:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pertumbuhan entrepreneur Indonesia masih terbatas. Di dunia, jumlah ideal entrepreneur adalah 2 persen dari total jumlah penduduk. Sementara jumlah entrepreneur Indonesia diperkirakan hanya 0,18 persen dari total jumlah penduduk.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr Ir Marzan Azis Iskandar MEng dalam sambutannya di "Workshop Technopreneurship" di Ruang Komisi Utama BPPT, Jakarta, Rabu (13/4/2011). Menurut Marzan, keterbatasan pertumbuhan entrepreneur di Indonesia terhambat oleh tiga faktor, yaitu fasilitas, regulasi, dan insentif.

"Oleh karena itu, pemerintah siap menjadi fasilitator untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru berbasis teknologi, mendorong UKM untuk mau bersaing," ujar Marzan. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah dalam memfasilitasi perkembangan entrepreneur adalah dengan membangun inkubator. "Pemerintah memiliki komitmen yang penuh, mengharapkan sinergi itu bisa diperoleh," ujarnya.

Sinergi yang dimaksud oleh Marzan kemudian dijelaskan oleh Dr Bambang S Pujantiyo dalam presentasi yang bertema "Peluang Investasi Usaha Berbasis Teknologi". Dalam presentasinya, Bambang menyampaikan bagaimana proses inkubasi dapat menghasilkan sinergi antara teknologi dan bisnis. Bambang menjelaskan seluk beluk incubation technology (i-tech) mulai dari invention dan innovation process, i-tech incubation program, i-tech partner, dan i-tech incubation process.

Dalam i-tech incubation program, Bambang menjelaskan bagaimana program inkubasi sejak pre-incubation, incubation, hingga pascaincubation. Dalam preinkubasi, pemerintah melakukan sinergi kemitraan (workshop, FGD), temu bisnis (technology pull, market pull). Lalu dalam proses inkubasi, pemerintah memfasilitasi mulai dari tempat (ruang, listrik, telepon, faksimile), trial produksi,training, mentoring, alpha test (uji konsumen), beta test (uji jual).

Setelah inkubasi cukup dan entrepreneurtersebut siap, pemerintah akan membantu aksesabilitas untuk produksi massal pascainkubasi.

Lebih lanjut tentang inkubator, Ir Sulhajji Jompa MSc, Kepala Divisi Kerja Sama Balai Inkubator Teknologi BPPT, menambahkan, inkubator di Indonesia kini sudah masuk ke daerah, tidak hanya di Jakarta. "Supaya akselerasinya cepat, kami bekerja sama dengan pemda-pemda. Sumatera Selatan sudah buat inkubator di Palembang. Segera menyusul Pekalongan. Lalu Cimahi sedang persiapan. Semarang juga sudah ada kesepakatan," ujar Sulhajji.

Sulhajji juga menceritakan bahwa proyek inkubator pemerintah sudah diinisiasi pada awal  80-an. Proyeknya sudah berjalan sejak tahun 1991. Melalui inkubator yang mulai masuk ke daerah-daerah, BPPT berharap percepatan penumbuhkembangan teknologi akan lebih cepat karena program ini mulai tersebar secara nasional. "Semoga menjadi solusi terhadap problem-problem tenaga kerja," kata Sulhajji.

Dari inkubator, pemerintah telah melahirkan entrepreneur-entrepreneur sukses, seperti Dr Nurul Taufiqurahman, produsen mesin pembuat Nano Partikel (CV Nantotech Indonesia); juga Ir Ramadita Budhi yang mendirikan PT Medixe Sekawan Utama, produsen mesin inkubator untuk bayi. Ramadhita saat ini sedang mengalami masalah hukum terkait bobolnya rekening milik perusahaannya. Untuk mengantisipasi masalah yang sama, kini inkubator yang dikembangkan pemerintah juga memberikan pendidikan tentang kontrak bisnis.

"Kami akan terus melakukan pendampingan setelah proses inkubasi. Namun, jika masalahnya sudah masuk ke ranah hukum, itu sudah bukan tanggung jawab kami. Makanya, sejak kejadian itu, pemerintah mulai memberi pendidikan tentang kontrak bisnis untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang lagi," tutup Sulhajji.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com