Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendapatan Warga Pun Ikut Melorot

Kompas.com - 05/05/2011, 10:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga yang tinggal di sekitar pabrik otomotif dan barang elektronik—yang sebagian komponen produksinya bergantung pada pasokan dari Jepang—di sejumlah lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mulai merasakan dampak tsunami yang menimpa Jepang.

Kelesuan ekonomi itu mulai dirasakan para pemilik warung ataupun rumah kos di Kelurahan Karangasem Timur, Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor, yang berada di sekitar pabrik PT Gaya Motor KD, yang masih satu grup dengan PT Astra Internasional. Suasana sama juga dirasakan di perkampungan yang berdekatan dengan pabrik PT Asalta Mandiri Agung, produsen suku cadang untuk beberapa jenis mobil Jepang dan barang elektronik, seperti kulkas dan televisi Jepang, di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong.

Sebut saja Munawati (53), warga Karangasem Timur, Senin (2/5/2011). Menurut pemilik warung kelontong ini, sejak sebulan terakhir para pekerja di PT Gaya Motor berkurang karena pembatasan produksi. Akibatnya, omzet warungnya turun dari 600.000 menjadi Rp 400.000 per hari. Para pelanggannya banyak yang hilang, terutama pekerja tidak tetap di bagian kayu untuk pengepakan onderdil mobil di perusahaan itu.

”Dua pekerja bagian kayu yang indekos di rumah saya juga keluar. Mereka memilih melaju dari rumahnya di Sukabumi. Soalnya sekarang sehari masuk sehari libur,” tuturnya.

Amah (40), penjaga kos lainnya di Karangasem, menuturkan, kini dari tiga kamar yang ada, seorang pekerja menunggak sewa indekos Rp 250.000 per bulan. Saat normal, para penyewa sudah menyelesaikannya sebelum tanggal 1 setiap bulannya. ”Mau ditagih tidak tega karena mereka juga tengah kesulitan.”

Menurut Asep (40), petugas keamanan PT Gaya Motor KD, pekerja tetap perusahaan itu sekitar 100 orang bekerja seperti biasa. Namun, intensitas pekerjaan lebih ringan karena suku cadang yang masuk berkurang. ”Kalau biasanya mobil pembawa suku cadang sekitar 30 truk per hari, sekarang hanya separuh.”

Kondisi serupa juga dialami oleh pekerja di PT Asalta Mandiri Agung. Ahmad (26), pekerja bagian kendali mutu, menuturkan, sejak sebulan terakhir tidak lagi ada lembur sehingga ia kehilangan tambahan penghasilan. Dalam sebulan biasanya bisa lembur 3-4 kali dengan tambahan Rp 90.000 per hari.

”Kalau biasanya makan siang di warung, sekarang saya pilih pulang ke rumah, jalan sekitar satu kilometer. Saya justru lebih khawatir karena mendengar mau ada yang dirumahkan,” tutur Ahmad.

Buruh Bekasi juga sulit

Keresahan juga menghinggapi pemilik warung di sekitar pabrik di Bekasi. Atikah, pemilik warung makan di tepi jalan di antara dua pabrik otomotif di Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, mengaku jualannya tidak habis. Kalaupun ada pembeli, pilihan lauknya tidak beragam lagi. ”Keuntungannya pun mulai merosot dari Rp 100.000 menjadi sekitar Rp 80.000 per hari,” kata Atikah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com