Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Faktor untuk Rebut Dominasi Asing

Kompas.com - 25/05/2011, 15:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VII Satya Widya Yudha menyebutkan pemerintah perlu membentuk sovereignty fund jika ingin menguasai kembali pengelolaan industri minyak dan gas dari asing.

"Kalau Indonesia ingin merebut kembali (pengelolaan minyak dan gas dari pihak asing), pertanyaan adalah satu, apakah kita mempunyai sumber pendanaan. Di Indonesia masih belum ada sovereignty fund," ungkap Satya kepada Kompas.com, di Jakarta, Rabu ( 25/5/2011 ).

Sovereignty fund menurutnya, merupakan lembaga keuangan non bank yang bisa mendanai investasi-investasi di sektor migas dan pertambangan. "Kedua, kita mempunyai teknologi, dan ketiga, kita mempunyai sumber daya manusia," tambahnya.

Sehingga, ada tiga hal yaitu uang, teknologi, dan sumber daya manusia, yang harus dipunyai Indonesia demi menguasai kembali pengelolaan migas juga pertambangan dari pihak asing. "Nah, kalau kita punya tiga faktor itu, kita nggak butuh asing lagi," ungkapnya.

Ia menyebutkan, ketidakmampuan Indonesia dalam hal teknologi dan dana, terlihat dari tidak dikerjakanya blok Natuna D Aplha yang kontraknya sudah 100 persen dimiliki nasional.

Jadi, ia mengemukakan, penguasaan asing itu karena Indonesia lemah dalam ketiga faktor tersebut.

Untuk itu, selain butuhnya sovereignty fund,  Satya juga menyitir dua konsep yang pernah diutarakan oleh Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Wakil Presiden Boediono. "Pertama, Pak Jusuf Kalla bilang, industri harus mengikuti sumber energi berada. Lantas, Pak Boediono mengatakan, paradigma harus dirubah tidak lagi paradigma penerimaan negara (revenue based). Tetapi dirubah menjadi pertumbuhan ekonomi (economic growth)," sebutnya.

Maksudnya, lanjut dia, pihak pembeli energi melakukan relokasi industrinya ke tempat energi dibeli. Misalnya, Jepang membeli gas untuk pabrik mobil. Maka, jika mengacu pada kedua konsep itu, Jepang harus merelokasi industri mobilnya di Indonesia. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia, di daerah itu menjadi meningkat. Ada peranan swasta masuk mungkin menjadi suplier industri besar yang ada," tuturnya.

Dengan begitu, lanjut dia, ada efek multipliernya bagi perekonomian di daerah khususnya tempat industri energi berada. Inilah yang disebutnya, merubah global value chain menjadi national value chain. "Revenue based kita tinggalkan menjadi economy growth itu menciptakan perubahan global value chain menjadi national value chain," tuturnya.

Di mana daerah penghasil migas dan tambah, dapat menjadi tempat tumbuhnya industri-industri suplier bagi industri utama yang ada di tempat tersebut. Sehingga tidak lagi perlu mengimpor suplier dari negara lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Whats New
Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Whats New
Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Whats New
Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Whats New
Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Whats New
Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com