Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Strategis Indonesia Masih Lumpuh

Kompas.com - 27/05/2011, 11:13 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Sejak tahun 1995, industri strategis Indonesia lumpuh. Di sisi lain, keran impor justru semakin dibuka lebar-lebar dan masyarakat cenderung dididik untuk konsumtif.

Demikian pernyataan mantan Presiden Prof BJ Habibie, Kamis (26/5/2011), dalam presidential lecture "Pembangunan Daya Saing Bangsa, Tantangan dan Pilihan Kebijakan" di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada  Yogyakarta. "Enam belas tahun sudah industri transportasi Indonesia sebagai salah satu industri strategis lumpuh. Sebanyak 48.000 ahli teknologi Indonesia dibubarkan begitu saja," ungkapnya.

Menurut Habibie, Indonesia sebenarnya sudah memiliki industri-industri strategis seperti PT Dirgantara serta PT PAL yang mampu memproduksi pesawat terbang serta kapal berkelas internasional. Namun, industri-industri strategis tersebut dimatikan secara pelan-pelan sebelum berkembang pesat dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia.

"Kini pintu ekspor dibuka lebar-lebar. Mal-mal yang sebagian besar memasarkan produk-produk luar negeri bertumbuhan. Masyarakat akhirnya justru dididik untuk semakin konsumtif," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sugiharto mengungkapkan, antara tahun 2009 dan 2010 pertumbuhan jumlah kendaraan roda dua meningkat pesat dari 5,8 juta unit menjadi 7,5 juta unit, sedangkan kendaraan roda empat naik dari 486.000 unit menjadi 700.000 unit. Ironisnya, semuanya adalah produk impor.

Menyikapi hal ini, Habibie menegaskan, penguasaan teknologi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Tanpa adanya industri-industri strategis dalam negeri, lapangan pekerjaan dan jam kerja akan sulit tersedia.  

Ia mencontohkan, di Indonesia saat ini terdapat 51,2 juta usaha mikro dan kecil atau sekitar 98,9 persen dari total jumlah pelaku usaha. Sementara jumlah usaha kecil sebesar 1,01 persen, usaha menengah 0,08 persen, dan usaha besar 0,01 persen.

Namun, sumbangan produk domestik bruto justru sebagian besar berasal dari usaha besar sebesar 44,4 persen, usaha menengah 13,4 persen, usaha kecil 10,1 persen, serta usaha mikro dan kecil 32,1 persen.

Perkuat industri dalam negeri

Menyikapi keprihatinan ini, Habibie menilai, dengan penguasaan teknologi, produksi usaha mikro dan kecil di Indonesia harus ditingkatkan sehingga memiliki nilai tambah. Karena itu, dibutuhkan produk hukum untuk melindungi pasar domestik, insentif keringanan pajak pada semua produk padat karya, dan pembatasan ketat terhadap produk-produk impor.  

Sugiharto menambahkan, sejak tahun 2004 hingga 2010 APBN untuk pengentasan rakyat kemiskinan naik pesat sekitar 500 persen dari Rp 18 triliun menjadi Rp 90 triliun. Akant tetapi, pertumbuhan ini tak berbanding linear dengan penurunan tingkat kemiskinan yang hanya turun sangat kecil dari 16 persen menjadi 13 persen.

"Pemberdayaan sumber daya manusia di Indonesia perlu ditingkatkan daripada sekadar mengandalkan sumber daya alam yang ada. Salah satunya dengan cara pengembangan industri strategis yang diharapkan mampu menumbuhkan lapangan pekerjaan serta nilai tambah produksi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Whats New
Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com