Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebutuhan Kapal Penunjang Migas Terus Bertambah

Kompas.com - 15/06/2011, 14:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com  - Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) memperkirakan, kebutuhan kapal penunjang hulu migas untuk kurun waktu lima tahun ke depan cukup besar yakni mencapai 235 kapal. Kebutuhan ini harus didukung investasi yang sangat besar.  

"Kami meminta asosiasi industri perkapalan bisa menggalang potensi perkapalan nasional untuk memenuhi kebutuhan kapal itu," kata Kepala BP Migas R Priyono, dalam acara sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2011, Rabu (15/6/2011), di Jakarta.  

Data tahun 2010 menunjukkan, 90 persen dari 556 kapal yang dioperasikan berbendera Indonesia, dan 10 persen berbendera asing. Pada tahun 2011, jumlah kapal berbendera Indonesia yang beroperasi meningkat jadi 96 persen dari total 606 kapal, sedangkan kapal asing menurun jadi hanya 4 persen. "Dalam bidang perkapalan, komitmen industri hulu migas untuk mengutamakan penggunaan kapal berbendera Indonesia cukup tinggi," kata dia.

Memang kapal berbendera asing itu, meskipun proporsinya kecil, sangat vital peranannya untuk menunjang kegiatan eksplorasi dan produksi migas, kata dia. Karena itu, pembatasan atau penghentian pengoperasian kapal-kapal penunjang migas yang masih berbendera asing itu sebagaimana diamanatkan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran akan berdampak luas bagi pembangunan nasional.  

Fakta di lapangan menunjukkan, kapal tertentu pendukung industri hulu migas sangat sulit disediakan dalam berbendera Indonesia. Penyebabnya antara lain, karena investasi dan teknologi tinggi, ketersediaan di dunia terbatas dan digunakan di seluruh penjuru dunia, kontrak yang tersedia umumnya jangka pendek (maksimum satu tahun) , kapasitas galangan nasional belum mencukupi, dan perbankan nasional kurang mendukung.  

Atas dasar itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2011 tentang perubahan atas PP nomor 20 tahun 2010 terkait angkutan di perairan. Aturan itu menyebutkan, kapal asing bisa melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum cukup tersedia.   

"Kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang atau barang dal am kegiatan angkutan laut dalam negeri meliputi kegiatan survei migas, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai, pengerukan dan pekerjaan bawah air," kata Priyono.  

Menindaklanjuti aturan pelaksanaan itu, Menteri Perhubungan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2011 tentang tata cara dan persyaratan pemberian izin penggunaan kapal asing untuk kegiatan lain yang ti dak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri.   "Ini memberi kepastian hukum terhadap beroperasinya kapal-kapal penunjang kegiatan hulu migas," jelas dia.

Namun demikian, mengingat keputusan menteri itu telah menggantikan rezim PPKA (pemberitahuan penggunaan kapal asing) menjadi izin penggunaan kapal asing, dalam aturan itu disebutkan, izin tersebut hanya berlaku selama tiga bulan.  

"Kami sangat mengharapkan agar tata cara dan persyaratan izin tersebut tidak menambah birokrasi baru dalam rantai bisnis hulu migas yang bisa menambah biaya operasi atau cost recovery migas di Indonesia," kata pejabat sementara Deputi Pengendalian Operasi BP Migas Lambok Hamonangan Hutauruk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com