Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Global, Ekspor Mebel Makin Kritis

Kompas.com - 26/09/2011, 10:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat ditambah gejolak Timur Tengah berdampak negatif pada ekspor mebel. Bahkan, Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) berkata, ekspor mebel sudah bukan lagi krisis, tapi kritis.

"Ini sangat berat karena sampai bulan ini, ekspor mebel sudah merosot lebih dari 30 persen dari tahun lalu," kata Ketua Umum Asmindo Ambar Tjahjono kepada Kontan, Minggu (25/9/2011).

Sebelumnya, Asmindo menyebutkan ekspor mebel dan kerajinan selama semester I-2011 mencapai 1,15 miliar dollar AS. Angka itu melorot 21,31 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 1,46 miliar dollar AS. Khusus untuk mebel rotan, penurunannya 26,12 persen menjadi 60,32 juta dollar AS.

Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Hatta Sinatra menjelaskan, penurunan ekspor mebel rotan sudah terasa sejak krisis tahun 2008. "Tahun 2010 ekspor mebel rotan sudah jelek, tetapi tahun ini lebih jelek lagi," ujarnya.

Penurunan juga terjadi karena persaingan pasar. Misalnya mebel rotan yang bersaing ketat dengan China dan Vietnam. Padahal, bahan baku keduanya adalah rotan Indonesia. Karena itu, ia menandaskan, kebijakan yang mengizinkan ekspor bahan baku rotan harus dihentikan.

Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengakibatkan harga mebel Indonesia di pasar ekspor makin mahal. Memang, belakangan ini rupiah kembali melemah. Namun, Asmindo melihat pelemahaan rupiah belum cukup membantu. "Kami mengharapkan nilai tukar bisa sampai Rp 10.000 per dollar AS," kata Ambar.

Berbeda dengan pasar ekspor yang anjlok, pasar mebel domestik masih sehat. Ketua Asmindo Jepara Achmad Fauzi mengatakan, permintaan mebel domestik tumbuh 6-10 persen per tahun. Peningkatan permintaan terutama untuk mebel ukir dari Jepara. "Terutama dari Indonesia timur untuk kebutuhan perkantoran dan rumah tangga,"katanya.

Meski demikian, Fauzi mengatakan, industri mebel terbebani dengan kenaikan harga bahan baku kayu jati rata-rata antara 10 persen dan 20 persen per tahun. Celakanya, pengusaha tidak bisa mengimbangi kenaikan harga tersebut dengan menaikkan harga produk. "Bahkan, untuk menaikan harga produk sebesar 5 persen saja sangat susah," kata Fauzi.

Maka, untuk menyiasati kenaikan harga tersebut, pengusaha mebel mencari substitusi bahan baku kayu jenis lain yang lebih murah harganya. Atau, kalau tetap menggunakan kayu jati, mereka menurunkan mutu dengan ketebalan yang berbeda. (Sofyan Nur Hidaya/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com