Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Ingin Presiden Tegas

Kompas.com - 29/09/2011, 16:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha menghendaki ada perubahan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menghadapi krisis yang mungkin terjadi, akibat pemburukan di Zona Eropa dan Amerika Serikat.

Presiden sebaiknya mengenali berbagai bahaya yang mungkin akan menekan perekonomian yang bersumber dari sisi politik, yang seharusnya tidak perlu terjadi.

"Apalagi sudah memasuki masa jabatan kedua, seharusnya Presiden tidak perlu takut diberhentikan DPR RI. Lakukan langkah-langkah yang memang harus dilakukan, untuk fokus pada potensi krisis. Sebagai gambaran, Nicholas Sarkozy saja berani memperpanjang masa jabatan untuk mencegah keambrukan ekonomi Perancis ke level yang lebih buruk," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton Supit, di Jakarta, Kamis (29/9/2011).

Anton berbicara dalam diskusi "Anatomi Krisis Fiskal Global dan Positioning Indonesia berikut Respon Pengusaha."

Hadir juga sebagai pembicara adalah Ekonom/Ketua Departemen Keuangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, M Ikhsan Modjo.

"Jangan sampai di saat krisis, pemerintah tidak bisa mengambil keputusan. Jangan sampai terbelenggu politikus," tambah Anton.

Menurut Anton, salah satu harapan pengusaha adalah para menteri dan pengusaha duduk bersama untuk berdebat, mengenai pengamanan ekonomi langsung dihadapan Presiden. Dengan cara itu, Presiden akan mendapatkan sudut pandang lengkap dan bisa dengan jernih mengambil keputusan.

"Pencitraan saja tidak akan berhasil lagi sekarang. Gaya kepemimpinan harus lebih cepat mengambil keputusan dengan tepat dan tegas," ujarnya.

Beberapa indikator yang dipakai oleh ekonom untuk mengindikasikan potensi krisis ekonomi kali ini, antara lain masalah utang Yunani yang sulit dipecahkan, terutama dengan Credit Default Swap (tingkatan potensi gagal bayar) yang mencapai 3.600 basis poin atau 98 persen gagal bayar.

Pada saat yang sama, Eropa dan Amerika Serikat mengalami perlambatan ekonomi. Jika perekonomian melambat dalam dua triwulan berturut-turut, maka sudah bisa dikategorikan krisis.

Sementara China yang diharapkan menjadi penolong, kini tengah didera inflasi tinggi dan gelembung sektor properti, di mana aliran Kredit Kepemilikan Rumah yang sudah dicairkan mencapai dua kali KPR Amerika ketika krisis 2008. Begitu juga dengan India yang mengalami perlambatan.

"Direktur Pelaksana IMF (dana moneter internasional) Christine Lagarde sudah minta perhatian dunia, jangan sampai terjadi lagi krisis seperti 2008, karena pemulihannya lebih sulit. Ruang untuk bermanuver kian sempit, karena yang terkena tekanan saat ini adalah pemerintah," ujar Anton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com