Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspor China Terpukul Krisis Eropa

Kompas.com - 10/10/2011, 14:24 WIB
Anastasia Joice

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - Wu Wenlong seorang produsen ikat pinggang di China menyatakan order dari Eropa sudah merosot 50 persen. Kawasan Eropa saat ini memang sedang terlilit krisis utang sehingga mengurangi permintaan barang impor dari China.

Sementara Zhejian LF Gift dan Decoration Co Ltd belum memecat seorang karyawanpun di  di pabrik kecilnya di provinsi Zhejiang, kata Wu. "Tampaknya perekonomian di luar negeri belum akan membaik dalam waktu dekat. Mereka mungkin perlu waktu dua tahun atau lebih untuk dapat pulih kembali," demikian pendapat Wu.

Aktivitas manufaktur yang mendorong perekonomian China terkontraksi selama beberapa bulan. Permintaan dari luar negeri mulai dari sepatu hingga barang elektronik menurun drastis seiring dengan memburuknya perekonomian di Eropa. Uni Eropa merupakan pembeli terbesar barang ekspor China.

Nilainya mencapai 380 miliar dollar AS pada tahun 2010. Penurunan permintaan dari Eropa dapat menyebabkan terjadinya gelombang PHK di pabrik-pabrik China yang mempekerjakan jutaan buruh.

"Eskalasi krisis di zona Eropa dapat berbahaya bagi China," ujar Eswar Prasad, dari Universitas Cornel dan mantan pimpinan divisi China pada Dana Moneter Internasional. "Hal itu akan menyebabkan penguatan dollar AS dan penguatan yuan serta membahayakan pertumbuhan di Eropa yang merupakan pasar ekspor terbesar China," lanjutnya.

Ren Xianfang, ekonom di IHS Global Institute sepakat dengan hal tersebut. "Dalam kasus yang paling ekstrim, penurunan permintaan dari Eropa akan berdampak sangat besar bagi China karena ekspor ke Eropa porsinya seperlima dari total ekspor China. Tetapi, jika AS dapat menahan, dampaknya tidak separah tahun 2008," katanya lagi.

Sementara para pemimpin China berulang kali menyatakan keyakinan bahwa masalah di Eropa dapat segera diselesaikan. Beijingtelah mengindikasikan tidak akan mempertinggi pertumbuhan ekonomi ekonominya demi menopang pertumbuhan ekonomi global. Gubernur Bank Sentral Zhou Xiaochan mengatakan masalah inflasi merupakan isu prioritas mereka. Jika China mengucurkan lagi stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dan ekonomi global, hal itu justru akan memicu laju inflasi yang lebih tinggi.

"Perekonomian negara berkembang seperti China yang berkontribusi banyak pada pemulihan ekonomi global dari krisis 2008 saat ini menghadapi tekanan lain. mulai dari ekses likuiditas global, penurunan permintaan dari luar negeri, dan harga komoditas yang berfluktuasi," kata Zhou.

Pada tahun 2008 China mengguyurkan dana stimulus besar-besaran senilai 586 miliar dollar AS dan memerintahkan bank pemerintah mengucurkan kredit sebesar-besarnya. Stimulus itu membantu China tumbuh pesat di sementara negara besar lainnya sedang loyo. Tetapi saat ini China harus berperang melawan inflasi dan kenaikan harga properti.

"Kenyataannya, saat ini tidak ada keinginan Beijing untuk melakukan stimulus besar-besaran lagi," ujar Mark Williams ekonom China pada Capital Economics Reaseach  London.

Zhoudong Textile Garments Co Ltd di Provinsi Guangdong berupaya mencari pasar lokal agar dapat menjual produknya seiring dengan penurunan permintaan  tajam dari Eropa. Tetapi diperlukan waktu untuk mendapatkan konsumen baru. "Kami tidak memiliki pelanggan baru sejak Januari lalu," ujar Yang Lingtong, manajer penjualan . "Tetapi kami tetap percaya diri untuk terus maju," ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com