Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Pangan Terlalu Propasar

Kompas.com - 11/10/2011, 15:34 WIB
Hermas Effendi Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Berkaitan dengan demo petani sayur dari Bandung Selatan dan petani kentang dari Dieng, Wonosobo, beberapa hari terakhir, Kementerian Perdagangan dalam kebijakannya dinilai lebih proliberalisasi pangan dibandingkan dengan menyejahterakan petani lokal. 

Penilaian itu disampaikan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Rofi Munawar, Selasa (11/10/2011), di Jakarta, menanggapi berbagai kebijakan perdagangan Kemendag terkait pangan, di antaranya impor kentang yang saat ini terjadi.

Harga jual kentang di tingkat petani anjlok hingga 50 persen akibat gencarnya impor kentang dari China. "Kebijakan Kemendag memberikan izin terhadap importasi kentang membuat petani kentang terpuruk dan tidak dapat menikmati harga yang optimum. Untuk kesekian kali, Kementerian Perdagangan melegalisasi impor, semakin menegaskan setiap kebijakan tidak berpihak kepada petani, tetapi kepada pasar," katanya.

Impor hortikultura terus terjadi selama kurun waktu hampir lima tahun terakhir. Kentang menjadi salah satu komoditas yang ikut serta di impor dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebelum impor gencar dilakukan, harga kentang lokal mencapai Rp 7.000 sampai Rp 8.000 per kilogram. Namun, saat ini harga kentang lokal Rp 4.000-Rp 4.500 per kilogram.

Harga kentang impor tersebut hanya Rp 2.300-Rp 2.500 per kilogram. Padahal, selama ini kentang menjadi komoditas hortikultura yang banyak menyumbang devisa negara. 

Kebijakan perdagangan selalu dihiasi dengan impor, bawang putih impor, buncis impor, dan beras impor. "Importasi kentang tentu saja sudah sangat keterlaluan di tengah petani kentang menikmati harga yang bagus" tegas Rofi. 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 1990 ekspor kentang Indonesia mencapai 69.353 ton. Negara tujuan ekspor meliputi Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Namun, setelah ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) diberlakukan tahun 2005, ekspor kentang terus menurun.

Tahun 2007, ekspor kentang turun menjadi 43.477 ton. Penurunan ekspor itu diikuti dengan lonjakan impor. Tahun 2007, impor kentang tercatat 43.872 ton, sementara tahun 2001 angkanya baru 10.077 ton.

Lonjakan impor kentang dari China adalah imbas dari ACFTA. Secara keseluruhan, mekanisme ACFTA masih menciptakan kondisi timpang bagi Indonesia. Rofi menambahkan, "ACFTA hadir dalam semangat kesetaraan, tetapi yang terjadi saat ini terjadi ketimpangan. Komoditas pertanian China terus membanjiri pasar domestik sehingga petani tidak pernah mendapatkan harga yang layak. Selain itu, sering kali Kemendag tidak mampu meningkatkan daya saing ekspor petani dalam negeri karena terlalu sibuk mengimpor komoditas pangan strategis. Rasa-rasanya kami tidak pernah mendengar prestasi yang luar biasa Kemendag mampu mendorong ekspor komoditas pangan lokal."  

Pemerintah perlu melakukan langkah koordinasi dan berkerja lebih keras di bidang pertanian sehingga pada akhirnya setiap kebijakan mampu memberikan manfaat langsung terhadap petani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com