Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Ekspor Rotan, Peluru bagi China

Kompas.com - 28/10/2011, 15:15 WIB
Ester Meryana

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com — Bupati Cirebon Dedi Supardi mengemukakan, banyak pengusaha rotan di Cirebon yang beralih profesi menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) karena diperbolehkannya ekspor bahan baku mentah dan setengah jadi oleh pemerintah. Oleh karena itu, ia menyambut baik rencana pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan baku rotan tersebut.

"Jadi, jumlah penduduk (Kabupaten Cirebon) ada (sekitar) 2 juta, (dan) hampir 8 kecamatan semua perajin rotan. Dampak (industri) rotan sangat luar biasa," ujar Dedi di sela-sela kunjungan kerja tiga menteri, yakni Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Kehutanan ke Cirebon terkait rotan, Jumat (28/10/2011).

Ini karena industri rotan, kata dia, bisa menghidupi hampir 300.000 masyarakat Kabupaten Cirebon. Dia menyebutkan, nilai ekspor produk jadi rotan bisa mencapai 124 juta dollar AS pada 1998-1999. Namun, nilai itu terus turun hingga saat ini. Bahkan, sepanjang tahun 2010-2011, jumlah pelaku usaha industri rotan hanya ada sekitar 30 persen yang masih melanjutkan usahanya. "Eksportir rotan pada 2007-2008 mengalami mati suri," ujar Dedi.

Ini karena adanya ekspor bahan mentah dan setengah jadi. Terkait dengan ekspor, dia menyebutkan, bahan baku mentah dihargai 1-1,5 dollar AS per piece, sedangkan barang rotan jadi seharga 8-20 dollar AS per piece-nya. "Kelas (kualitas) rendah sekitar 8 dollar AS, (kualitas) yang high class mencapai 20 dollar AS," ungkap Dedi.

Jadi, kata dia, ibaratnya Indonesia memberikan "peluru" ke China dan Vietnam. "Dengan peluru ini, pengusaha rotan menjadi mati suri," ujarnya.

Dampak lanjutannya, para pengusaha rotan akhirnya memilih menjadi TKI. Bahkan, kriminalitas pun meningkat. Tadinya, pelaku usaha aman menyimpan rotan di pinggir jalan, tetapi sekarang tidak demikian. Jadi, bagi Dedi, hal yang paling penting adalah menghentikan ekspor bahan baku mentah dan setengah jadi. "Insya Allah akan berdampak positif," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com