JAKARTA, KOMPAS.com - Perbankan nasional mulai melakukan pengetatan likuiditas dengan mengkonsolidasikan dana-dana, terutama valuta asing, dari semua sumber, termasuk dari debitur.
Langkah ini dilakukan sebagai reaksi atas pemburukan krisis keuangan di Uni Eropa yang ditandai dengan bingungnya pelaku pasar modal terhadap sikap Perdana Menteri Yunani George Papandreou yang melangkah mundur dengan menggelar Referendum penolakan atau menerima bantuan Uni Eropa senilai 130 miliar euro.
"Semua bank melakukan koordinasi, sebab tidak ada bank yang bangkrut karena mengucurkan kredit terlalu banyak, tetapi bank bisa bangkrut jika kekurangan likuiditas," ungkap Direktur Treasury dan Financial Institusional Bank Negara Indonesia (BNI) Adi Setianto di Jakarta, Kamis (3/11/2011) dalam diskusi Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi dan Moneter tentang Menakar Kekuatan Indonesia dalam Menghadapi Krisis Lanjutan.
Menurut Adi, salah satu langkah yang dilakukan BNI untuk mengamankan likuiditasnya adalah dengan bekerjasama dengan pasar modal. Proyek-proyek yang membutuhkan pembiayaan jangka panjang akan mendapatkan kredit talangan yang jatuh tempo 1-2 tahun dari BNI, adapun kebutuhan pembiayaan selanjutnya akan ditanggulangi oleh pasar modal.
"Prinsipnya sekarang adalah likuiditas adalah dewa bagi perbankan. Sebagai dampaknya, bank menjadi sangat selektif dalam memberikan kredit kepada debitur. Biasanya, kami membebankan ongkos risiko kredit kepada debitur, namun dengan adanya ketidakpastian saat ini, kami juga mematok likuiditas premium. Selain itu, kami dorong pembiayaan dalam negeri, ketimbang pembiayaan luar negeri, sehingga valuta asing bisa kami hemat," ujar Adi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.