Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin ASEAN Diminta Perbaiki Tata Kelola Industri Ekstraktif

Kompas.com - 07/11/2011, 14:51 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pemimpin negara-negara ASEAN didesak agar mendukung implementasi inisiatif transparansi industri ekstraktif (EITI) di kawasan ASEAN serta segera menyiapkan kerangka kerja bersama untuk pengelolaan sumber daya minyak, gas dan mineral.

Hal ini untuk meningkatkan kesejahteraan, pengurangan kemiskinan dan perbaikan mutu pembangunan manusia bagi tiap negara anggota ASEAN.  

Hal ini disampaikan Direktur Lembaga Reformasi Pelayanan Dasar (IESR) Fabby Tumiwa, Senin (7/11/2011), dalam temu media, di Jakarta. Acara itu juga dihadiri Ketua Tim Formatur EITI Indonesia Erry Riyana Hardjapamekas, Anggota Tim Formatur EITI Indonesia Chandra Kirana, perwakilan Indonesia Komisi HAM untuk Asia (AICHR).  

Kawasan Asia Tenggara memiliki potensi sumber daya minyak, gas, dan mineral relatif besar, dan belum sepenuhnya dieksplorasi serta dieksploitasi.  Survei Geologi Amerika Serikat tahun 2010 memperkirakan, kawasan Asia Tenggara memiliki potensi cadangan minyak 26,1 miliar barrel minyak dan 299 triliun meter kubik gas alam yang belum ditemukan. Selain itu ada potensi sumber daya mineral yaitu tembaga, platina, dan potasium, termasuk mineral lain seperti emas, nikel, fosfor dan timah.  

"Berbagai kecenderungan hingga kini menunjukkan, pembangunan ekonomi ASEAN ditopang oleh eksploitasi sumber daya alam, khususnya sumber daya ekstraktif, yang berfungsi sebagai sumber pendapatan dari negara-negara kaya sumber daya itu. Eksploitasi sumber daya ekstraktif juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk produksi barang serta pasokan energi," ujarnya.  

Industri ekstraktif berperan penting dalam ekonomi di Asia Tenggara. Sebagai contoh, kontribusi minyak dan gas telah menyumbang sekitar 30 persen anggaran belanja tahunan Indonesia, sekitar 50 persen dari anggaran belanja Malaysia, dan sekitar 80 persen dari anggaran belanja Brunei Darussalam. Sementara itu pemanfaatan sumber daya mineral telah menjadi sumber pemasukan penting bagi negara-negara seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja.  

Mengingat besarnya peran industri migas dan mineral terhadap pendapatan negara-negara ASEAN, dan ekonomi kawasan ini, maka butuh tata kelola lebih baik untuk memastikan agar sumber daya alam, khususnya sumber daya alam yang ekstraktif dapat membantu negara-negara ASEAN keluar dari kemiskinan, dan menjadi motor pendorong untuk mencapai tujuan kerja sama ASEAN pada 2015.  

Sejauh ini sumber daya ekstraktif tidak dimanfaatkan dalam upaya memberi kesejahteraan bagi rakyat. Penyebabnya adalah, tingkat korupsi masih tinggi, khususnya di negara-negara yang ekonominya mulai tumbuh yakni Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam, serta Indonesia dan Filipina. Tingginya angka korupsi membuat hasil sumber daya alam tidak dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di Asia Tenggara.  

Di sektor ekstraktif seperti migas dan pertambangan, tata kelola yang buruk tidak hanya berdampak pada berkurangnya penerimaan negara. Akan tetapi juga menciptakan ketidakamanan energi kawasan karena penguasaan sumber daya energi oleh negara tertentu di luar ASEAN untuk kepentingan keamanan energi negara itu.  

Kerja sama ASEAN belum memandang perbaikan tata kelola sektor migas dan pertambangan secara serius. ASEAN belum punya konsep pengelolaan sumber daya ekstraktif berkelanjutan yang mampu mendorong pembangunan manusia dan keamanan energi. Di dalam berbagai dokumen kesepakatan terkait energi dan mineral, fokus dari kerja sama ASEAN masih berkutat pada hal-hal bersifat teknis dan implementasi proyek.  

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com