Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Outlook Ekonomi 2012 Masih Dibayangi Keadaan Eropa

Kompas.com - 12/12/2011, 15:12 WIB
Anastasia Joice

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kurs dollar AS diperkirakan sekitar Rp 8.758 dan inflasi sebesar 5,7 persen pada tahun 2012 mendatang. Perhitungan ini tidak terlepas dari krisis Eropa yang belum jelas penyelesaiannya. Imbas krisis Eropa akan dirasakan pada tahun depan.

Menurut Chief Economist & Investor Relation Director PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat dalam hasil risetnya yang dipublikasikan di Jakarta, Senin (12/12/2011), kondisi Eropa masih sangat memengaruhi perekonomian Indonesia tahun depan.

Secara umum, profil makroekonomi selama tahun 2012 masih diwarnai oleh tetap tersanderanya rupiah akibat pelemahan euro yang mendasari penguatan dolar global.

Pelemahan euro sangat terkait dengan peliknya penanganan krisis utang negara di Eropa dan risiko sistemik krisis perbankan. Daya tarik dolar juga diperkuat oleh relatif membaiknya ekonomi AS menjelang pelaksanaan pemilu presiden 2012.

"Selain faktor dollar, kami cermati tekanan terhadap rupiah juga terkait dengan perubahan sentimen global atas obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejalan dengan menuruknya risiko kredit negara di Eropa, ternyata angka credit default swap (CDS) Indonesia juga memburuk meski didukung oleh rasio utang teradap produk domestik bruto yang lebih rendah," ujarnya.

.

Memburuknya CDS ini berisiko memperlemah rupiah bila memicu investor asing melepas SUN yang kepemilikan mereka dominan. Berdasarkan model ekonomi yang mempertimbangkan indeks dolar (DXY), premi kebangkrutan (CDS) dan yield SUN 10 tahun, kami menduga kurs dollar AS akhir tahun 2012 berkisar Rp 8.758. Angka proyeksi kami berada antara proyeksi pemerintah yang sebesar Rp 8.800 dan konsensus Bloomberg saat laporan ini disiapkan yang sebesar Rp 8.600.

Pada dasarnya dinamika berbagai faktor eksternal terus membatasi potensi penguatan rupiah tidak seperti yang diproyeksikan oleh indikator Bahana Fear Index. Keyakinan rupiah tetap menguat juga ditunjukkan oleh konsensus Bloomberg yang memproyeksikan angka Rp 8.500 di akhir 2013.

Di samping faktor diatas, tekanan terhadap rupiah juga berasal dari membesarnya risiko defisit neraca pembayaran. Pasalnya penerimaan ekspor akan melambat sejalan dengan resesi global. Sementara impor terus melaju sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik.

"Untuk inflasi selama 2012 kami proyeksikan sebesar 5,7 persen. Meski lebih lebih tinggi dibanding prediksi selama tahun 2011 berkisar 4 persen, laju inflasi itu masih terbilang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Proyeksi inflasi kami mencerminkan penguatan daya beli masyarakat sejalan dengan laju pertumbuhan M1 tahunan yang hingga Oktober 2011 mencapai 19,7 persen. Selain itu inflasi terdorong akibat percepatan pengeluaran pemerintah terutama terkait dengan infrastruktur yang sejak triwulan keempat 2011 mulai terlihat," tambahnya lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com