Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis ke Mancanegara

Kompas.com - 15/12/2011, 08:01 WIB
Abun Sanda

Penulis

KOMPAS.com — Di Mal Gum dan beberapa sentra perbelanjaan di pusat kota Moskwa, Rusia, dijumpai sejumlah makanan ringan produk Indonesia. Ada biskuit Regal, Malkis, belasan produk kacang Garudafood, permen, kerupuk dari Sidoarjo, kopi dari Toraja, dan sebagainya. Hal yang sama ditemukan di kawasan Pudong dan The Bund, Shanghai. Ada pula di sejumlah kota di India, Hongkong, Singapura, dan Malaysia.

Hal yang amat menarik. Banyak jenis makanan ringan dan minuman dari Eropa, China, Jepang, Taiwan, Vietnam, dan Timur Tengah, tetapi produk-produk usahawan Indonesia mampu menerobos hingga jauh ke pedalaman sejumlah negara.

Mengapa bisa menembus sejumlah negara? Para produsen rajin memasarkan dan mengomunikasikan produknya ke negara lain. Sejumlah produsen, seperti Garudafood dan Mayora, bahkan memasang orangnya di sejumlah kota di beberapa negara yang banyak penduduknya. Dana miliaran rupiah dikeluarkan untuk memasarkan produk di panggung negara sahabat. Jangan kaget, omzet sebuah produk makanan camilan di tiga negara bagian di India mencapai hampir Rp 25 miliar per tahun. Bukan angka besar untuk sebuah perusahaan raksasa, apalagi kalau bertarung di pentas dunia.

Namun perlu melihat dengan bijak. Ini baru di India, bagaimana dengan ekspansi di Asia Tenggara, Asia Timur, Afrika, Eropa, Amerika Serikat. Yang menarik, menurut cerita para eksekutif Garudafood, saat ini mereka tidak mungkin bisa menembus pasar begitu banyak negara, di lima benua. Mereka hanya masuk di dua puluhan negara, selebihnya saudagar luar negeri datang ke Indonesia dan beli sendiri di Pati, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Padang.

Selain produk makanan, produk kerajinan juga terlihat di sejumlah negara. Bahkan minyak gosok cap Tawon dan minyak kayu putih bisa ditemukan di Frankfurt, Amsterdam, Shanghai, Hongkong, Singapura, Kuala Lumpur, dan New York.

Kendati belum merupakan gambaran mutlak, ini sebuah indikasi kecil bahwa produk-produk Indonesia mampu bersaing di wilayah kompetitif dunia. Masalahnya, perlu ada elan dan energi yang jauh lebih besar untuk membuat produk lebih massal agar lebih menyebar jauh ke pedalaman banyak negara. Pemerintah melalui kedutaan, konsulat, dan jaringan di luar negeri bisa membantu.

China bisa menjadi raksasa ekonomi kedua terbesar di dunia karena ada segenap tenaga besar yang bekerja. Ada koordinasi dan dukungan kuat dari rezim yang berkuasa. Para industriawan China pun tidak main-main dalam bekerja. Mereka memiliki kultur bisnis yang kuat. Etos kerja, disiplin, dan kreasi yang luar biasa. Hasilnya, produk mereka ada di seluruh pasar sejagat.

Usahawan dan juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menyatakan, memang membanggakan kalau produk makanan ringan Indonesia mampu menembus pasar di sejumlah negara. Mampu masuk pasar luar negeri berarti di dalam negeri produsen tersebut sudah unggul.

Akan tetapi, Sofjan Wanandi mengingatkan, para produsen Indonesia harus bekerja jauh lebih keras dan kreatif karena kenyataannya pasar dalam negeri tidak kuat, mudah ditembus produsen luar negeri. Cobalah masuk ke pusat perbelanjaan besar dan kecil di sejumlah kota. Kita akan menemukan banyak produk China, Malaysia, Hongkong, dan Jepang. Malaysia bahkan mampu menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Data menyebutkan, 37 persen ekspor makanan asal Malaysia masuk Indonesia. Kelas menengah Indonesia kini 60 juta jiwa. Otomatis Indonesia menjadi pasar sangat subur. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com