Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan BBM Bukti Pemerintah Panik?

Kompas.com - 08/01/2012, 08:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Anggota Komisi 7 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dewi Aryani menyatakan pembatasan BBM yang sekarang sedang digadang pemerintah sebagai solusi penghematan anggaran negara amat tidak masuk akal, dan membuktikan pemerintah panik. Lagi- lagi rakyat yang harus 'membayar' kegagalan pemerintah.

"Manajemen panik kian jadi andalan pemerintah dalam mengelola negara dengan sumber energi yang luar biasa dan sumberdaya manusia yang memiliki beragam keahlian dan kepakaran di segala bidang," ujar Dewi Aryani dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, akhir pekan ini.

Dewi mengatakan, sektor lain yang juga amat penting untuk dikelola dengan serius dan sistematis malah terabaikan, di antaranya pajak baik sektor penerimaan maupun pengelolaan,pengelompokan peruntukannya.

Khusus bidang energi lanjut Dewi dengan tidak adanya KEN (Kebijakan Energi Nasional) dalam jangka pendek,menengah dan panjang, menyebabkan potensi penerimaan negara di sektor ini banyak yang hilang percuma. Ini karena sumber daya energi nasional tersedot oleh negara lain yang mengelola dan memanfaatkannya. Tak hanya itu berbagai kewajiban pembayaran royalti yang seharusnya tinggi dan sepadan, termasuk cost recovery yang menjadi kewajiban pengelola pertambangan dan migas, hingga masalah prosentase fokus penggunaan untuk sektor domestik tak pernah dikelola dengan baik.

"Pembatasan yang digaungkan pemerintah tidak ada landasan kajian yang komprehensif. Semuanya serba nanggung. Pembatasan untuk mobil sedemikian rupa dipaksakan, namun pemerintah lupa bahwa penggunaan BBM untuk sepeda motor justru peningkatannya malah jauh lebih besar. Coba saja hitung berapa jumlah peningkatan sektor transportasi," jelas Dewi.

Tapi lanjut Dewi jangan lupa bahwa sektor transportasi juga menjadi indikator keberhasilan ekonomi. Seharusnya pemerintah mengembangkan kebijakan yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

Lebih jauh Dewi menambahkan DEN (Dewan Energi Nasional) yang diketuai oleh Presiden, menjadi salah satu aktor paling bertanggung jawab seharusnya bisa menyusun dan mengesahkan KEN. (Willy Widianto)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com