Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Minta Pemerintah Tak Hilangkan Subsidi BBM

Kompas.com - 11/01/2012, 15:46 WIB

SOLO, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima meminta kebijakan pemerintah terkait bahan bakar minyak bersubsidi jangan sampai menjadi prakondisi peniadaan subsidi BBM bagi rakyat.

"Baik berupa konversi BBM ke gas maupun pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi, semua harus dilihat dari aspek sejauh mana bisa lebih menyejahterakan rakyat," katanya di Solo, Rabu (11/1/2012).

Aria Bima menyatakan khawatir kebijakan konversi BBM ke gas dan pembatasan BBM bersubsidi sekarang ini hanya menjadi prakondisi untuk meniadakan subsidi BBM sama sekali. Upaya meniadakan subsidi BBM selama ini, lanjutnya, acap didasari pola pikir neolib belaka, yakni keinginan untuk menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar sepenuhnya agar terbuka akses yang kompetitif bagi investor asing.

Seperti diketahui, jaringan SPBU milik asing seperti Shell (Inggris) dan Petronas (Malaysia) telah masuk Indonesia, tetapi mereka tidak bisa berkembang lantaran kalah bersaing dengan SPBU yang menjual BBM bersubsidi dari Pertamina.

Ia mengatakan, jika upaya meniadakan subsidi BBM kembali terjadi, kata dia, pemerintah tidak lebih dari sekadar melayani kepentingan investor asing, sekaligus mengabaikan kesejahteraan rakyatnya sendiri. Pemerintah juga menghadap-hadapkan rakyat secara langsung dengan kekuatan modal transnasional. "Perlu diingat, mobil-mobil pribadi di negeri kita banyak yang berfungsi sebagai alat produksi bagi pemiliknya. Misalnya mobil berpelat hitam yang digunakan sarana angkutan pedagang keliling dan pedagang pasar tradisional, maupun dipakai sebagai sarana angkutan panen petani di desa-desa,"  katanya.

Aria Bima menilai, pembatasan BBM bersubsidi idealnya hanya menyasar mobil pribadi dengan kapasitas mesin (cc) besar, bukan untuk seluruh mobil yang berpelat hitam. Guna menyiasati beban berat yang harus ditanggung APBN akibat membengkaknya subsidi BBM, masih banyak hal yang bisa ditempuh pemerintah. Salah satunya dengan melakukan konversi BBM yang digunakan PLN ke gas dan batubara.

Menurut dia, selama ini politik anggaran keliru, yakni kurang memperhitungkan aspek kesejahteraan rakyat seperti diamanatkan Pasal 33 UUD 1945. Politik anggaran yang ada lebih memperhatikan aspek kalkulatif APBN belaka, dan melupakan efek berantai suatu kebijakan bagi rakyat kebanyakan. "Terkait kebijakan membatasi BBM bersubsidi atau menaikkan harga BBM, misalnya, efek berantai terhadap menurunnya daya beli rakyat, yang berakibat pemiskinan kurang diperhatikan," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

    Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

    Whats New
    Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

    Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

    Whats New
    Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

    Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

    Whats New
    BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

    BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

    Whats New
    Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

    Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

    Whats New
    Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

    Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

    Whats New
    IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

    IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

    Whats New
    Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

    Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

    Whats New
    BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

    BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

    Whats New
    Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

    Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

    Whats New
    Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

    Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

    Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

    Whats New
    Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

    Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

    Work Smart
    Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

    Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

    Whats New
    17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

    17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com