JAKARTA, KOMPAS.com - Selain harus waspada dan siap menghadapi guncangan dari krisis global, Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan dalam negeri yang sifatnya struktural. Sejumlah masalah ini pun bersifat jangka menengah hingga panjang.
"Walaupun tingkat pengangguran dan kemiskinan terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, masih terdapat sekitar 8,1 juta pekerja yang menganggur serta 30 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dan 60 juta penduduk masih hidup dengan pengeluaran di bawah 2 dollar AS per hari," sebut rilis yang dikeluarkan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), di Jakarta, Kamis ( 12/1/2012 ).
Masalah lainnya, sebanyak 18,8 persen dari penduduk usia muda tidak bekerja. Dan, sebesar 28,6 persen dari angkatan kerja masih bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dengan 15,5 persennya pekerja paruh waktu. Bahkan masih ada 66 persen pekerja yang bekerja di sektor informal.
Catatan CSIS pun menunjuk pada tingkat ketimpangan pendatan antar individu dan antar daerah yang masih tinggi. Jawa dan Sumatera masih menguasai 81,3 persen total Produk Domestik Bruto nasional. Dari angka itu, porsi Jawa terbesar dengan 57 persen. Sementara, Papua, Papua Barat dan Maluku merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia, masing-masing porsinya terhadap PDB yaitu 32 persen, 31,9 persen, dan 23 persen. Jakarta, sebagai ibukota, ternyata hanya 3,7 persen. Jauh dibawah rata-rata nasional 12,5 persen.
"Tantangan lainnya adalah rendahnya daya saing nasional, terutama yang berkaitan dengan biaya ekonomi yang tinggi akibat iklim usaha yang tidak baik akibat korupsi, inefisiensi birokrasi, dan infrastruktur yang tidak mendukung," tambah CSIS.
Kondisi yang tidak mendukung ini lantas berakibat pada turunnya indeks daya saing global Indonesia ke tingkat 46. Tadinya, Indonesia sempat bertengger di peringkat 44. Korupsi punya bobot terbesar dalam menghambat daya saing tersebut.
Namun, menurut CSIS, pekerjaan terbesar dan terberat pembangunan ekonomi Indonesia justru bagaimana tetap mempertahankan stabilitas ekonomi dan menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, di tengah meningkatnya ketidakpastian krisis global. "Untuk itu, Indonesia perlu menyiapkan diri untuk menghadapi risiko jangka pendek dari potensi krisis global yang semakin memburuk dengan caea menyiapkan dan memperbaiki protokol manajemen krisis dan menyelesaikan undang-undang JPSK (Jaring Pengaman Sistem Keuangan), disamping tetap mempertahankan kebijakan bauran macro-prudential dan counter-cyclical," sebut CSIS.
Selain itu, upaya untuk menyelesaikan masalah lainnya, dari sisi fiskal, pemerintah perlu menyediakan dana darurat. Dana ini untuk mendukung pembiayaan pemerintah yang penting hingga membantu penduduk miskin. Reformasi struktural pun perlu dilanjutkan dan pembangunan infrastruktur harus ditingkatkan. Dengan begitu, daya saing nasional pun bisa meningkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.