Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Rendah Picu Krisis Energi

Kompas.com - 23/01/2012, 11:58 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rendahnya harga energi telah memicu terjadinya krisis ketersediaan energi. Sebab, rendahnya harga energi menghambat program diversifikasi atau pemakaian energi di luar minyak.

Hal ini disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo dalam paparannya, Senin (23/1/2012), di Jakarta.

Berbagai masalah timbul karena rendahnya energi, antara lain mobil pembawa BBM yang mengurangi isinya di tengah jalan, oplosan premium dengan minyak tanah, dan penyelundupan BBM. Masalah lain adalah kurang berhasilnya program diversifikasi gas, panas bumi, CBM (coal bed methane), dan biodiesel.

Banyak batubara (70 persen) dan gas (52 persen) diekspor, serta kurang berhasilnya program penghematan energi, pemadaman listrik bergilir, meningkatnya penjualan kendaraan bermotor, dan mafia minyak.

Negara-negara berkembang, seperti China, Vietnam, Pakistan, Myanmar, Tunisia, dan Kenya, serta beberapa negara maju, antara lain Amerika Serikat dan Rusia, kebanyakan mengenakan harga BBM pasar, yaitu sekitar 1 dollar AS per liter.

Di negara-negara maju dan di beberapa negara berkembang, harga BBM jauh lebih tinggi dari harga pasar karena mereka menerapkan pajak yang tinggi untuk BBM. Pajak tersebut digunakan untuk membuat infrastruktur transportasi dan menyubsidi transportasi umum.

"Maksud kebijakan ini adalah supaya sebagian besar masyarakat menggunakan transportasi umum sehingga menghemat energi dan mengurangi polusi," kata dia.

Sebagai contoh, negara-negara maju, seperti Eropa Barat ataupun Timur (kecuali Rusia), Korea Selatan, Hongkong, Singapura, Israel, Jepang, Australia, Kanada, Selandia Baru, Brasil, Cile, dan negara-negara berkembang, seperti Thailand, Filipina, India, dan Sri Lanka. "Hanya negara-negara kaya minyak seperti Saudi, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Brunei, dan Venezuela menerapkan harga minyak murah," kata dia.

Negara-negara Amerika Latin yang antineoliberal, seperti Brasil, Argentina, dan Cile pun tidak ada subsidi BBM. Akibatnya, BBN (bahan bakar nabati) dan industri nasional (mobil, pesawat, senjata, dan pertanian) negara-negara itu berkembang. Bahkan Brasil sekarang menjadi negara idola di samping Rusia, India, China, dan Korea (BRICK).

Brasil bahkan sudah menguasai teknologi migas lepas pantai selain cadangan dan produksi minyaknya meningkat pesat. Petrobras adalah perusahaan migas terpandang di dunia.

Di India ataupun China dan bahkan Vietnam tidak ada subsidi BBM, tetapi transportasi umum disubsidi sehingga nyaman dan Industri nasionalnya meningkat pesat. 

"Pendapat yang menyatakan bahwa harga energi harus rendah adalah menyesatkan. Adil tidak harus harga rendah," kata dia.

Harga rendah menimbulkan ketidakadilan apabila menghambat penurunan kemiskinan dan pengangguran, pengembangan infrastruktur, transportasi massal, serta pengembangan energi non-BBM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Whats New
Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Whats New
Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Whats New
Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Whats New
Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Whats New
Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Whats New
Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Whats New
Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com