Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Remehkan Pesaing

Kompas.com - 12/03/2012, 07:40 WIB

KOMPAS.com — Tahun 1990, Kodak, perusahaan film dan kamera dari Amerika Serikat, melakukan lompatan. Kodak memodifikasi kamera film menjadi kamera digital. Untuk tahap pertama, Kodak memodifikasi kamera sesuai dengan keinginan konsumen. Kalau konsumen menyukai kamera Canon atau Nikon, kamera tersebut akan dimodifikasi menjadi kamera digital Canon dan kamera digital Nikon.

Tujuh tahun kemudian, warga dunia terpesona oleh kehadiran kamera digital. Tahun 1999, Kodak membuat kamera digital. Nikon dan Canon juga memproduksi kamera dengan teknologi yang tergolong sangat canggih. Tahun 2002, terjadi boom kamera digital. Kamera film tergerus.

Dalam persaingan ketat, pasar dunia lebih menyukai dua produk Jepang, Nikon dan Canon. Kodak berjuang, tetapi kalah telak. Kamera lainnya, Leica dan AGFA, juga tergeser. Hukum ekonomi yang berbicara. Siapa yang mampu menawarkan produk dengan mutu prima dan harga murah, dialah yang disukai.

Awal tahun ini muncul kabar, Kodak yang menjadi pionir kamera dan cetak foto sejak berusia 133 tahun lalu resmi mengajukan permohonan perlindungan kepailitan. Dunia terperangah sebab Kodak adalah aset dan pelaku sejarah foto. Pujian terhadap Kodak pun tidak pernah surut. Foto yang dicetak Kodak selalu bertahan lama. Akan tetapi, perusahaan ini ternyata keasyikan bermain kualitas, lupa pada pemasaran, penjualan yang agresif, dan survei lapangan.

Tumbangnya Kodak dan sejumlah perusahaan kamera dari merek lain sungguh mengingatkan kita bahwa kelengahan adalah awal dari kejatuhan. Tidak mudah menjadi perusahaan nomor satu di dunia. Sebetulnya, kalau Kodak ingin bertahan, secara teori tidaklah sulit. Sebagai perusahaan raksasa, ia punya dana untuk riset, survei lapangan, pemasaran, penjualan, dan promosi. Dari beberapa faktor ini, pasti ada yang diabaikan Kodak.

Tentu tidak hanya Kodak yang bernasib seperti ini. Ada banyak raksasa lain yang menderita karena terlambat bereaksi atau bereaksi, tetapi tidak efektif. Sejumlah maskapai penerbangan yang sangat masyhur kini dipinggirkan oleh maskapai penerbangan baru beberapa dari Asia.

Di dalam negeri, juga banyak drama jatuh bangun perusahaan atau usahawan besar. Intinya, jangan remehkan pesaing. Perlu rencana taktis, berani, dan cepat mengambil putusan. Cepat membaca situasi bisnis.

Budi Hartono, pemimpin Djarum, sadar bahwa rokok adalah bisnis masa lalu. Dengan intuisi bisnis yang tajam, ia membeli sebagian besar saham BCA, membesarkan usaha elektronik, masuk properti, dan tetap menjaga perusahaan rokok Djarum. Kini, Djarum menjadi raksasa bisnis di Indonesia. Budi Hartono bahkan pengusaha terkaya di Indonesia. (Abun Sanda)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com