JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat energi, Kurtubi, menilai bahwa pemerintah terlalu diiming-imingi bahwa listrik dari energi alternatif selain minyak, yakni panas bumi atau geotermal, lebih ramah lingkungan dibanding batu bara. Padahal harga produksi listrik geotermal tiga kali lipat lebih mahal dari listrik batu bara.
"Jadi, PLN digiring pemerintah menggunakan panas bumi yang mahal. Sementara itu, batu bara, yang murah, untuk diekspor," ujar Kurtubi pada diskusi di gedung DPD Jakarta, Kamis (26/7/2012).
Besarnya harga listrik geotermal tersebut, menurutnya, dikhawatirkan akan berdampak pada naiknya harga tarif dasar listrik yang ditetapkan oleh PLN.
Seperti diberitakan sebelumnya, PLN siap melaksanakan jual-beli listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi sesuai kebijakan pemerintah, baik harga pasar, negosiasi bisnis, maupun penetapan tarif listrik. Ini salah satu langkah untuk menambah kapasitas 4.000-5.000 megawatt pada 2014-2015.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) nantinya akan dioperasikan sebagai pemikul beban dasar sehingga akan beroperasi beriringan dengan pembangkit listrik tenaga uap batubara (PLTU batubara).
Pemerintah pun mewajibkan PLN membeli listrik geotermal dengan harga baru yang ditetapkan oleh Menteri ESDM Jero Wacik antara 10 sen dollar dan 17 sen dollar AS per kWh dari harga sebelumnya yang ditetapkan maksimal 9,7 sen dollar AS.
"Ada dua belah pihak yang diuntungkan dalam hal ini, yakni pengusaha listrik geotermal karena bisa jual mahal ke PLN, dan pengusaha batu bara yang dapat mengekspor besar-besaran ke luar negeri," ungkap pengajar di Program Magister Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.