Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

250 Pohon Jeruk Garut Masri Hasilkan Rp 45 Juta

Kompas.com - 06/09/2012, 13:51 WIB

KOMPAS.com - Kapan terakhir kali Anda menikmati jeruk garut? Aromanya yang wangi dan segar langsung mengisi atmosfer ruangan saat jeruk garut dikupas. Kala dikunyah, rasa manis yang dikeluarkan tiap bulir jeruknya memanjakan lidah, tanpa meninggalkan rasa pahit sedikitpun.

Sepertinya, kenikmatan yang hanya didapat dari jeruk berkulit hijau dan oranye ini hampir sulit didapat. Pamor jeruk garut yang memuncak pada tahun 80-an dan 90-an ini kian redup, tertutup berbagai jenis jeruk impor dari China, Amerika, atau Pakistan.

Selain itu, produksi jeruk garut pun terus menurun. Serangan virus terhadap kebun-kebun jeruk di Kabupaten Garut pada tahun 80-an membuat para petani jeruk sempat membabat habis pohon-pohon jeruk milik mereka dan menggantinya dengan tanaman lain. Letusan Gunung Galunggung pada 1982 pun membuat sebagian besar pohon jeruk garut mati.

Gempuran buah-buahan impor dan minimnya minat para petani untuk menanam kembali jeruk garut, membuat jeruk garut kian sulit didapat. Namun, secercah harapan atas bangkitnya pamor jeruk garut mulai terlihat. Setidaknya dari kebun jeruk garut milik Haji Masri Rukaya (72) di Kampung Cimencek, Desa Cintaasih, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.

Di kebun milik Masri ini terdapat 250 pohon jeruk garut. Saat memasuki kebun di tengah persawahan ini, aroma jeruk dari daun dan bunga jeruk yang tengah mekar semerbak menyambut. Masri pun kembali berusaha membuka kenangannya saat Kampung Cimencek menjadi sentra perkebunan jeruk garut.

Pada tahun 70-an, ujarnya, puluhan ribu pohon jeruk garut menyesaki kampung di dataran tinggi dan berudara sejuk tersebut. Ia masih teringat saat panen raya tiba, warga bersuka cita memanen ribuan ton jeruk yang memiliki wangi khas ini.

Namun kini, hanya Masri yang masih menanam jeruk garut di kampung tersebut. Petani lainnya lebih memilih menanam sayuran dan padi. Selain untuk berbisnis dan menjalankan hobinya berkebun, Masri tetap membudidayakan pohon jeruk garut untuk melestarikannya

"Jeruk garut cuma bisa ditanam di Garut. Selain di Samarang, ditanam juga di Bayongbong dan Tarogong. Kalau ditanam di luar Garut, tidak akan sewangi, semanis, dan sebesar ini. Di sinilah nilai keistimewaan jeruk garut," kata Masri saat ditemui di kebun jeruk garutnya, Rabu (5/9/2012).

Setiap masa panen pada bulan Maret-April atau Agustus-September, ujarnya, 10 kilogram sampai 40 kilogram jeruk garut bisa dipanen dari setiap pohonnya. Berbeda dengan jeruk jenis lainnya yang dijual seharga Rp 4.000 sampai Rp 8.000 per kg, jeruk garut dihargai Rp 15.000 sampai 25.000 per kg.
Bergantung kualitas jeruknya. Bahkan, secara eceran, satu kilogram jeruk garut bisa dihargai Rp 30.000.

Masri bisa memanen sekitar tiga ton jeruk garut dan mendapat penghasilan setidaknya  Rp 45 juta sekali panen. Padahal, kata Masri, ia hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 20 juta untuk penanaman dan perawatan seluruh pohon jeruknya.

"Permintaan yang menumpuk dari Bandung saja sulit terpenuhi, apalagi Jakarta dan luar negeri. Jeruk garut itu unik. Kalau satu jeruk dikupas di dalam bus, semua penumpang akan mencari siapa yang memakan jeruk itu. Jeruk garut juga terkenal dengan khasiat obatnya sebagai pereda demam dan sejumlah penyakit lainnya," kata Masri.

Pohon jeruk garut memang baru bisa dipanen setelah berumur 4 tahun. Berbeda dengan jeruk lainnya yang bisa dipanen setelah 1,5 tahun. Sehingga, hanya sedikit petani yang rela bersabar untuk membudidayakan jeruk garut ini. (Syarif Abdussalam)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com