Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha dan Geoekonomi

Kompas.com - 17/09/2012, 13:12 WIB

KOMPAS.com - Di tengah perkembangan global yang penuh guncangan, baik di bidang politik maupun ekonomi, bagus kalau setiap orang lalu resah dan waswas. Mengutip mantan CEO Intel Corp Andrew Grove, ”Only the Paranoid Survived”.

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), yang kini dipimpin oleh Gubernur Budi Susilo Supandji, pun terpanggil mengkaji apa yang sebaiknya dilakukan oleh kalangan bisnis Indonesia di tengah guncangan yang kini tampak sebagai fenomena global itu.

Saat memberi paparan seusai pembukaan ”Dialog Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan bagi Kalangan Pengusaha”, di Jakarta, 14-16 September, Gubernur Lemhannas sempat menyinggung fenomena baru yang lazimnya berada dalam lingkup geopolitik, seperti perang siber dan konflik non-militer. Di masa lalu, geopolitik sarat pula diwarnai upaya perebutan pengaruh, bahkan konflik teritorial.

Geopolitik, seperti disinggung dalam karya Alvin dan Heidi Toffler, War and Anti-War – Survival at the Dawn of the 21st Century (1991), memang masih merupakan tesis yang sahih.

Sebelumnya, Toffler menyinggung bangkitnya paham geoekonomi, di mana ekonomi jadi panglima. Poin pokok geoekonomi memancar dari keyakinan bahwa untuk menjadi kuat dan berpengaruh di dunia dibutuhkan bukan lagi mesin perang super modern, melainkan kemampuan menghasilkan produk unggul yang dibutuhkan dunia dengan harga terjangkau.

Paham geoekonomi berkembang saat orang melihat perekonomian bangsa-bangsa semakin bertali-temali, menimbulkan saling ketergantungan yang makin mendalam. Negara-negara telah berubah jadi negara pedagang, cocok dengan apa yang ditulis oleh Richard Rosecrance dalam bukunya, The Rise of the Trading State (1986). Perdagangan, bukan kekuatan militer, yang bisa membuka jalan menjadi kekuatan dunia.

Jadi, kembali ke tesis geoekonomi, inilah yang lalu dipandang sebagai tren yang lebih kuat. Jepang tidak perlu menjajah Indonesia dengan kekuatan militer seperti abad silam, tetapi produk otomotifnya berjaya di Indonesia dan negara-negara lain di dunia.

Dalam konteks itulah para pengusaha Indonesia perlu memiliki perspektif kebangsaan baru. Apakah pengusaha Indonesia cukup puas hanya dengan berniaga jual beli, mengeksploitasi sumber daya alam, atau ia juga mau terjun ke kancah sektor riil seperti manufakturing guna menangkis gelombang penaklukan pasar kita oleh praktik geoekonomi asing.

Di sinilah kiranya arti penting prakarsa Lemhannas mengajak para pengusaha nasional menghadapi era geoekonomi global dengan wawasan kebangsaan baru. (Ninok Leksono)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Punya KPR BCA? Ini Cara Cek Angsurannya Lewat myBCA

Punya KPR BCA? Ini Cara Cek Angsurannya Lewat myBCA

Work Smart
APRIL Group Terjun ke Bisnis Kemasan Berkelanjutan, Salah Satu Investasi Terbesar di Sumatra dalam Satu Dekade

APRIL Group Terjun ke Bisnis Kemasan Berkelanjutan, Salah Satu Investasi Terbesar di Sumatra dalam Satu Dekade

BrandzView
Siap-siap, BSI Bakal Tebar Dividen Rp 855,56 Miliar

Siap-siap, BSI Bakal Tebar Dividen Rp 855,56 Miliar

Whats New
Kalbe Farma Umumkan Dividen dan Rencana 'Buyback' Saham

Kalbe Farma Umumkan Dividen dan Rencana "Buyback" Saham

Whats New
Pos Indonesia Ubah Aset Gedung Jadi Creative Hub E-sport

Pos Indonesia Ubah Aset Gedung Jadi Creative Hub E-sport

Whats New
IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

Whats New
Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Whats New
Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Whats New
Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com